Garuda Di Pintu Icu

Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-06-05 / Halaman : / Rubrik : EB / Penulis :


PERSAMUHAN antara Dewan Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoatmodjo akhirnya digelar pada pengujung Mei lalu. Beberapa pekan sebelumnya, para pengawas manajemen Garuda meminta bertemu untuk membicarakan kondisi keuangan perseroan yang sedang berdarah-darah. Dalam pertemuan itu, Tiko—panggilan Kartika Wirjoatmodjo—memaparkan empat skema penyelesaian masalah di tubuh Garuda, termasuk pertimbangannya.
Sonder kesimpulan, rapat ditutup tanpa keputusan tentang alternatif penyelamatan Garuda yang dipilih Kementerian BUMN. Bahkan anggota Dewan Komisaris Garuda, Peter F. Gontha, mengaku tak mengetahui sejak kapan dan bagaimana pilihan solusi bagi masalah keuangan Garuda dirancang. "Saya enggak ngerti bagaimana penyusunan opsi-opsi itu," kata Peter, Rabu, 2 Juni lalu.
Peter, mantan Duta Besar RI untuk Polandia, adalah komisaris yang mewakili CT Corp, kelompok bisnis milik pengusaha Chairul Tanjung yang mengempit 28,27 persen saham Garuda lewat PT Trans Airways. Perwakilan CT Corp lain adalah Chairal Tanjung, adik Chairul, yang duduk sebagai Wakil Komisaris Utama Garuda.
Sepekan terakhir, lembar materi presentasi berlogo Kementerian BUMN beredar di media sosial. Isinya empat skema penyelamatan Garuda. Setiap opsi dilengkapi contoh penerapan skema serupa terhadap maskapai lain di luar negeri, juga potensi dampaknya jika diterapkan terhadap GIAA—kode Garuda di Bursa Efek Indonesia.
Dalam opsi pertama, pemerintah terus mendukung Garuda baik lewat pinjaman maupun suntikan ekuitas. Dokumen tersebut mencatat skema yang sama diterapkan pada Singapore Airlines, Cathay Pacific (Hong Kong), dan Air China. Namun solusi ini dianggap berpotensi meninggalkan warisan utang cukup besar di tubuh Garuda sehingga bisa menjadi tantangan bagi perusahaan di masa depan.

Menteri BUMN Erick Thohir dan Wakil Menteri BUMN Wirjoatmodjo saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 3 Juni lalu. TEMPO/M Taufan Rengganis
Opsi kedua berisi rencana menggunakan proses legal perlindungan kebangkrutan untuk merestrukturisasi berbagai kewajiban Garuda, seperti utang, sewa, dan kontrak kerja. Proses legal yang dimaksud tak hanya mempertimbangkan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, tapi juga skema kepailitan di yurisdiksi para pemilik persewaan pesawat, seperti di Amerika Serikat dan Inggris. Meski pernah diterapkan dalam penyelamatan Malaysia Airlines dan Thai Airways, opsi ini mungkin hanya akan berhasil mengatasi masalah utang dan sewa, tidak dalam soal budaya kerja perseroan.
Ketiga, GIAA akan melakukan restrukturisasi sekaligus mendirikan maskapai penerbangan domestik baru yang bakal mengambil alih sebagian besar rute Garuda. Cara ini merujuk pada pengalaman Sabena Airlines (Belgia) dan Swiss Airlines. Diperkirakan membutuhkan modal US$ 1,2 miliar (hampir Rp 17 triliun), tercatat dalam dokumen tersebut, opsi ini dianggap perlu dieksplorasi lebih lanjut, terutama agar Indonesia tetap memiliki maskapai penerbangan nasional atau national flag carrier.  
Adapun opsi keempat berupa rencana melikuidasi Garuda, seperti halnya restrukturisasi Varig (Brasil) pada 2005. Dalam skema ini, pemerintah akan mendorong pihak swasta meningkatkan layanan udara, misalnya dengan menerapkan pajak bandar udara…

Keywords: PT Garuda IndonesiaRestrukturisasi dan Privatisasi BUMNPenerbanganUtang | Piutang Badan Usaha Milik Negara (BUMN)Kinerja BUMN
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14

Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…

S
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14

Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…

S
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14

Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…