Tambar Hilang Untung Terbilang

Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-07-31 / Halaman : / Rubrik : NAS / Penulis :


MEMBAGIKAN kisahnya menghadapi kelangkaan obat melalui akun Instagram pada Jumat, 9 Juli lalu, Indriani Puspaningtyas mendapat sejumlah pesan penawaran obat terapi Covid-19. Namun perempuan 30 tahun itu terbelalak begitu membaca harganya. Avigan dan remdesivir, misalnya, dijual seharga Rp 8 juta dan Rp 20 juta. “Harga itu mahal banget,” kata Indriani kepada Tempo, Kamis, 29 Juli lalu.
Warga Kelurahan Petemon, Kecamatan Sawahan, Surabaya, itu membutuhkan obat-obatan antivirus untuk ayah mertuanya yang terkena virus corona dan menjalani isolasi mandiri. Meski telah menggunakan tabung oksigen, kondisi mertuanya itu cepat memburuk. Indriani telah mencari antivirus ke berbagai apotek, juga toko obat online, tapi hasilnya nihil. Suaminya hanya mendapat asetilsistein atau obat pengencer dahak di Sidoarjo, Jawa Timur, seharga Rp 500 ribu per 10 kapsul.
Akhirnya ia membeli oseltamivir di toko online dengan harga Rp 1,6 juta. Obat itu tiba tiga hari kemudian atau pada Senin, 12 Juli lalu. Indri terkaget-kaget karena harga eceran tertinggi yang tercantum di dalam kemasan tak sampai Rp 300 ribu. Obat berharga mahal dan sulit dicari itu pun tak mampu menyelamatkan nyawa ayah mertuanya. “Kalau obat bisa segera didapat, mungkin mertua saya bisa selamat,” ucap Indriani. Baca: Dusta Angka Corona Di Jakarta, Ghina Ghaliya juga kesulitan mencari Gammaraas untuk dua kerabatnya, suami-istri. Meski dirawat di rumah sakit besar milik pemerintah, saudaranya itu tak kunjung mendapat obat penguat ketahanan tubuh dan pengurang risiko akibat menurunnya kekebalan. Melalui koleganya, akhirnya obat itu didapatkan pada Ahad, 11 Juli lalu. “Tapi nyawa mereka tidak tertolong,” ujar Ghina.
Gammaraas merupakan obat yang mengandung plasma immunoglobulin dalam bentuk larutan yang didapat dari plasma darah manusia. Biasa dikonsumsi pasien Covid-19 bergejala berat, obat itu disebut-sebut ampuh karena kandungan antibodi di dalamnya diklaim bisa melawan virus corona. Di Indonesia, obat injeksi itu diimpor dari Cina oleh PT Combiphar, perusahaan yang didirikan oleh Biantoro Wanandi dan Hamadi Widjaja.
Di tengah hantaman tsunami Covid-19 gelombang kedua, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia periode 2008-2013, Sofjan Wanandi, kerap dimintai tolong koleganya untuk mendapatkan Gammaraas. Menurut Sofjan, selain langka, harga obat itu melambung hingga lima kali lipat. Harga normal Gammaraas ialah Rp 3,5-4,5 juta per botol. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahkan menyebutkan harganya meroket hingga ratusan juta rupiah. “Akhirnya saya minta ke Michael untuk kolega saya yang kondisinya kritis,” kata Sofjan. Michael yang dimaksud Sofjan adalah Michael Wanandi, Presiden Direktur PT Combiphar yang juga keponakan Sofjan.
Baca: Lobi-lobi dan Persaingan Bisnis Mengegolkan Ivermectin Sebagai Obat Covid …

Keywords: ObatBudi Gunadi SadikinCovid-19Kelangkaan obatLuhut PandjaitanObat Covid-19Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi)
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?