Flores Bernyanyi, Delapan Penjuru
Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-08-21 / Halaman : / Rubrik : SN / Penulis :
DELAPAN suara dengan jangkauan nada berbeda menyusun harmoni menyanyikan musik Flores dengan rapat dan tangkas. Yang termuda adalah bocah lelaki kelas VI sekolah dasar. Penyanyi lain berbeda satu-dua generasi di atasnya. Dengan iringan lima pemusik, grup ini tampil di tiga tempat masyhur di Ende, Nusa Tenggara Timur: di depan patung Sukarno dan pohon sukun tempat Pancasila dirumuskan, di rumah tenun ikat, dan—yang paling memanjakan mata—di atas Bukit Nio Lena di Desa Wolotopo yang langsung berbatasan dengan laut biru lazuardi.
Kure kure uta bue Degha degha nilu melaPa'u koro ma' bai roTa'u woki ola lo
Lagu yang mereka lantunkan, “Kure Kure Uta Bue”, tak gamblang siapa yang mengarang, tapi jelas bersumber dari keseharian dan kejenakaan masyarakat daerah Lio di Ende. Lagu itu bercerita tentang anak-anak kampung yang kelaparan setelah puas mandi di sungai dan membayangkan santapan apa yang menanti mereka di rumah.
Memahami larik pertama lagu itu, air liur bisa terpancing menetes karena narasi kenikmatan sayur kacang yang makin sedap jika dicampur sambal jeruk purut dan lawar daun pepaya berbaur jagung muda. Jangan lupa pula tambahkan lombok, tapi sedikit saja agar ingus tak meleleh. “Lagu ini masih sering dinyanyikan anak-anak di kampung, misalnya pada malam bulan terang,” kata Chrisostomus Angelus Gadi Kapo alias Oston, pemimpin kelompok musik itu, saat dihubungi pada…
Keywords: Pentas Seni, Festival Musik, Seni Tradisi, Musik Flores, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Ada Keramaian Seni, Jangan Bingung
1994-04-23Seminggu penuh sejumlah seniman menyuguhkan berbagai hal, bertolak dari seni pertunjukan, musik, dan seni rupa.…
Mempertahankan Perang Tanding
1994-06-25Reog khas ponorogo bisa bertahan, antara lain, berkat festival yang menginjak tahun ke-10. tapi, di…
Reog Tak Lagi Menyindir
1994-06-25Asal asul adanya reog ponorogo untuk memperingati perang tanding antara klanasewandono dengan singabarong.