Tersandung Bantuan Sarung

Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-10-23 / Halaman : / Rubrik : HK / Penulis :


 KETUA majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Serang Slamet Widodo mencecar mantan Kepala Biro Administrasi Pembangunan Provinsi Banten, Mahdani, dalam sidang pada Senin, 18 Oktober lalu. Hari itu Slamet memimpin sidang kasus korupsi hibah Pemerintah Provinsi Banten kepada lebih dari 3.000 pondok pesantren pada 2018 dan 2020 yang diduga merugikan negara hingga Rp 70,89 miliar. Hakim Slamet mendapatkan ketidaksesuaian antara usul dan realisasi penyaluran hibah pada dua tahun tersebut. “Apakah realisasi anggaran hibah pada tahun itu terjadi permasalahan?” ujar Slamet. Mahdani mengklaim tidak ada masalah dalam penyaluran hibah itu. Namun, ia mengakui, ada perbedaan nama antara nama penerima yang diusulkan dan realisasinya.

Gubernur Banten Wahidin Halim/https://dpmptsp.bantenprov.go.id
Dokumen lampiran hibah mencantumkan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2018. Peraturan ini menyebutkan penerima hibah itu adalah Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Banten. Sedangkan di dokumen pelaksanaan anggaran belanja tidak langsung (DPA BTL), penerima hibah tertulis nama-nama pondok pesantren. Ketidaksesuaian ini menjadi temuan Kejaksaan Tinggi Banten. “Di dalam lampiran, data penerima sesuai dengan rekomendasi Biro Kesejahteraan Rakyat,” ujar Mahdani. “Pencairannya tetap ke FSPP.” Mahdani kini menjabat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Banten. Mendapati pengakuan atas kekeliruan data hibah itu, hakim Slamet kembali melontarkan pertanyaan apakah pencairan dana dilakukan atas perintah khusus dari Gubernur Banten Wahidin Halim. “Tidak ada,” ujarnya. “Karena mekanisme penyaluran hibah sudah sesuai prosedur.” Pada hari itu, Mahdani menjadi saksi bagi lima terdakwa korupsi hibah bantuan pondok pesantren. Mereka adalah mantan Kepala Biro Kesejahteraan, Irvan Santoso; Kepala Bagian Sosial dan Agama Biro Kesra Toton Suriawinata; tenaga harian lepas Pemerintah Provinsi Banten, Agus Gunawan; pemimpin pondok pesantren Nurul Hikmah, Tb. Asep Subhi bin Ahmad Baidowi; dan pemimpin pondok pesantren lain, Epieh Saipudin.

Nota dinas hibah pondok pesantren guna mewujudkan visi akhlakul karimah oleh Gubernur Banten/Tempo/Istimewa
Irvan dan Toton didakwa bertanggung jawab atas penyaluran hibah karena permohonan dan pencairannya tak melewati tahap evaluasi dan verifikasi. Akibatnya, pencairan hibah pada 2018 dan 2020 merugikan keuangan negara. Adapun Agus dan Asep didakwa menerima keuntungan Rp 104 juta. Bagi Epieh, jaksa mendakwa dia menerima keuntungan Rp 120 juta karena menyunat bantuan itu. Semua terdakwa ditahan di Rumah Tahanan Pandeglang, Banten. Irvan mengikuti persidangan secara daring. Ia membantah kesaksian Mahdani. Irvan menuding Mahdani sebagai kepanjangan tangan Wahidin untuk mengegolkan hibah kepada FSPP dan pondok pesantren. Ia mengatakan pernah ditemui Mahdani untuk membahas dana hibah ini pada 18 Oktober 2017. “Saudara saksi ini kan kepanjangan tangan gubernur waktu itu,” tutur Irvan sewaktu hakim Slamet memberinya kesempatan berbicara. “Pesan-pesan Gubernur…

Keywords: Korupsi Dana BansosPemerintah Provinsi BantenWahidin HalimDana Hibah Pondok Pesantren BantenGubernur Banten Wahidin Halim
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

V
Vonis Menurut Kesaksian Pembantu
1994-05-14

Tiga terdakwa pembunuh marsinah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. pembela mempersoalkan tak dipakainya kesaksian yang…

H
Hitam-Hitam untuk Marsinah
1994-05-14

Buruh di pt cps berpakaian hitam-hitam untuk mengenang tepat satu tahun rekan mereka, marsinah, tewas.…

P
Peringatan dari Magelang
1994-05-14

Seorang pembunuh berencana dibebaskan hakim karena bap tidak sah. ketika disidik, terdakwa tidak didampingi penasihat…