Sisi Gelap Wajah Jeju

Edisi: 07/47 / Tanggal : 2018-04-15 / Halaman : 52 / Rubrik : IMZ / Penulis : Abdul Manan, ,


JEJU dijuluki sebagai Hawaii-nya Korea Selatan. Kepulauan seluas 1.849 kilometer persegi ini menjadi tempat wisata favorit dengan 8,7 juta pengunjung per tahun. Namun, di balik keindahannya, Jeju menyimpan sisi kelam akibat peristiwa "Pemberontakan dan Pembantaian 3 April 1948" yang masih menjadi luka terbuka bagi penduduk setempat dan pekerjaan rumah bagi pemerintah Korea Selatan.

Presiden Korea Selatan Roh Moo-hyun mengakui ada beberapa orang yang menolak mengakui sisi gelap sejarah akibat perpecahan ideologi setelah Korea lepas dari penjajahan Jepang pada 1945. "Kita harus melihat sejarah menyakitkan ini secara jujur," kata Moo-hyun dalam peringatan peristiwa ini di Peace 4.3 Park, Kepulauan Jeju, Selasa pekan lalu.

Korea, menurut harian Hankyoreh, juga belum punya kesepakatan pandangan soal penamaan peristiwa 70 tahun lalu ini. Ada yang menyebut peristiwa yang menewaskan sekitar 30 ribu warga Jeju itu dengan "pemberontakan", "gerakan", atau "insiden". Meski belum satu kata soal penamaan, hampir semua sependapat bahwa pemicu tragedi ini adalah peristiwa demonstrasi dua hari sebelumnya.

Menurut Komite Nasional untuk Penyelidikan Kebenaran Peristiwa 3 April di Juju yang dibentuk negara pada tahun 2000, kasus ini bermula pada peristiwa 1 Maret 1947. Hari itu, sekitar pukul 11 pagi, massa berkumpul di sekitar Jeju Buk Elementary School untuk memperingati 28 tahun Kemerdekaan Korea, 1 Maret 1919. Tanggal itu merujuk pada hari ketika Korea secara terbuka menolak pendudukan Jepang dan berjuang meraih kemerdekaannya.

Massa yang berjumlah sekitar 30 ribu orang itu lantas bergerak dari Jeju Buk Elementary School melewati Gwandeokjeong Square untuk menuju kantor United States Army Military Government in Korea dan kantor polisi. Di tengah keramaian massa itu, tiba-tiba ada anak enam tahun meloncat ke jalan dan ditabrak polisi berkuda. Entah sengaja entah tak menyadari, polisi itu berlalu seolah-olah tak terjadi apa-apa.

Demonstran yang melihat kejadian itu berteriak dan mengerumuni sang bocah. Beberapa orang melemparkan batu ke arah polisi berkuda sambil berteriak, "Tangkap dia!" Melihat massa marah, ia memacu kudanya ke arah kantor polisi Gwandeokjeong. Polisi melepaskan tembakan ke arah massa yang datang. Enam warga tewas, termasuk siswa sekolah dasar dan wanita berusia sekitar 20 tahun yang menggendong bayi.

Menurut Huh Ho-joon, jurnalis Hankyoreh yang bertugas di Jeju, sikap pemerintahan militer di Jeju-lah yang memicu kemarahan warga. "Pemerintahan militer tidak meminta maaf kepada keluarga korban dan warga kepulauan. Mereka malah berkukuh penembakan itu merupakan aksi membela diri, dan insiden tersebut hasil konspirasi dengan Korea Utara," kata Ho-joon, awal Maret lalu. Kemarahan publik ini memicu pemogokan massal 10 Maret 1947, yang dipimpin Partai Buruh Korea Selatan di Jeju.

Wakil Kepala Polisi Nasional Korea Selatan Choi Gyeong-jin, yang melihat situasi terbaru ini, menuding warga Jeju lebih condong ke kelompok kiri. Itu adalah sebutan untuk para pendukung kelompok komunis. Pemerintah juga berusaha membungkam pemogokan massal ini dengan menangkap para penggagasnya.

Polisi menggerebek markas besar komite pemogokan dan komite Front Nasional untuk Demokrasi dan Partai Buruh Korea Selatan. Awalnya ada 200 orang yang ditangkap…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Iqbal, Sang ’Allama
2008-04-20

Tanggal 21 april 2008 menandai genap tujuh dekade wafatnya muhammad iqbal. selaku politikusnegara­wan, sumbangan terbesar…

I
Iqbal, Sang Politikus
2008-04-20

Sebuah pidato terlontar di depan anggota partai politik liga muslim pada 29 desember 1930 di…

K
Kerajaan Cinta dalam Senyap Mawar
2008-04-20

Tidak mudah menguraikan kekuatan puisi seorang penyair besar, kecuali melalui perbandingan sajak dengan penyair lain…