Kisah Di Balik Surat Pendiri Bangsa

Edisi: 41/47 / Tanggal : 2018-12-09 / Halaman : 52 / Rubrik : IQR / Penulis : Angelina Anjar Sawitri, Muhammad Syaifullah,


IBRAHIM Datuk Tan Malaka mengung­kapkan sepenggal cerita itu dalam surat yang ia tulis hampir seabad silam. Surat itu dikirimkan oleh Tan Malaka dari perke­bunan tembakau milik Belanda di Tanjung Morawa, Deli, Sumatera Utara, ke kediam­an sahabatnya selama kuliah di Belanda, Dick van Wijngaarden, pada 5 Januari 1921.

Dalam surat yang ditulis dalam bahasa Belanda itu, Tan Malaka menceritakan
ke­gundahannya setelah melihat penindasan oleh Belanda terhadap kuli kontrak di Tan­jung Morawa. Setelah menamatkan kuli­ahnya di Haarlem, Belanda, pria kelahiran Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, itu me­nerima pekerjaan sebagai guru di sekolah bagi anak-anak kuli di sana. Namun kondi­si di sana membuat Tan Malaka tidak betah sehingga dia ingin segera berhenti dari pe­kerjaannya itu.

Harry Poeze, sejarawan Belanda yang memiliki surat-menyurat Tan Malaka
de­ngan Dick van Wijngaarden, mengatakan pengalaman bekerja di Tanjung Morawa itulah yang menyadarkan Tan Malaka be­tapa buruknya kolonialisme. Dia melihat para kuli tidak mendapatkan upah yang la­yak. Mereka pun dipukuli. Sementara itu, yang perempuan diperkosa. ”Sedih me­lihat kondisi itu, dia tergerak untuk mela­kukan berbagai aksi dengan tujuan meng­usir Belanda dari Tanah Air,” kata Poeze saat ­ditemui Tempo di Jakarta, Kamis dua pekan lalu.

Dalam suratnya, Tan Malaka menandas­kan bahwa rakyat Indonesialah yang
me­miliki hak untuk menentukan nasib politik negeri ini, bukan Belanda. ”Pada saat kau terima surat ini, mungkin sekali aku sudah lama ada di Medan atau Jawa,” ujar Tan Ma­laka kepada Van Wijngaarden. Tan Malaka pun memutuskan pergi ke Semarang, Jawa Tengah. Dia kemudian bergabung dengan Partai Komunis Indonesia, meskipun se­belumnya sempat ditawari berjuang di ba­wah bendera Sarekat Islam.

Sejak bergabung dengan PKI, Tan Mala­ka rajin melakukan aksi bersama para
bu­ruh memprotes penindasan yang dilaku­kan perusahaan-perusahaan Belanda. Dia pun mendirikan sekolah untuk anak-anak miskin, sekitar 20 sekolah, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Tujuannya untuk me­numbuhkan rasa bangga di dalam diri ge­nerasi muda terhadap bangsanya sehing­ga tidak mau lagi dijajah. ”Belanda tidak se­nang terhadap aksi-aksi itu. Dia pun dita­han,” kata Poeze.

Dalam tahanan, Tan Malaka diberi pilih­an: dibuang di dalam negeri atau ke luar ne­geri. Jika dibuang di dalam negeri, dia ten­tu tidak akan memiliki akses terhadap du­nia luar dan jauh dari kehidupan politik. Dia pun meyakini perkembangan dunia bermula dari…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18

Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…

E
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11

Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.

T
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14

pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…