Dari Makam ke Makam

Edisi: 17/48 / Tanggal : 2019-06-23 / Halaman : 50 / Rubrik : IQR / Penulis : Seno Joko Suyono, ,


INI opium mentah.” Seorang juru kunci wanita menawarkan opium kering itu kepada George Quinn untuk keperluan sesajen. Opium tersebut ditaruh di dalam tube mirip plototan Pepsodent kecil. Harganya murah: Rp 500. Sesuai dengan aturan, opium itu diletakkan di atas kuburan bersama kembang kenanga, kembang kantil.

Hari itu, George Quinn mengunjungi makam yang dipercaya sebagai pusara Ki Ageng Balak, 20 kilometer dari Solo, Jawa Tengah. Ki Ageng Balak dalam kisah lisan merupakan begal tersohor yang sering merampok warga kaya Belanda dan membagikan jarahannya kepada para petani. Ia juga aktif membantu rakyat jelata yang mendapat masalah dengan jeratan hukum Belanda. Makam Ki Balak kini populer bagi masyarakat kecil yang tengah diproses pengadilan atau terkena urusan dengan kepolisian. Berdoa di makam Ki Balak diyakini bisa mendatangkan keringanan hukuman. Agar permohonan peziarah terkabul, juru kunci menyediakan opium mentah untuk sesajen. Sebab, Ki Balak pada masa lalu menyukai candu.

Kisah-kisah yang memukau dari makam. Demikian Quinn menamai pengalamannya. Ahli sastra dan kebudayaan Jawa 76 tahun dari Australian National University ini sejak 1990-an kerap berziarah ke kuburan para wali dan petilasan-petilasan, pasujudan, punden orang-orang yang dianggap mulia di Madura dan Jawa. Ia naik-turun gunung, masuk ke hutan, juga menjelajahi desa-desa di Blora, Kediri, Tuban, Tegal, Demak, Sumedang, Karawang, Banten, Kudus, Magelang, Gresik, Jombang, Mojoangung, sampai Sumenep, Sampang, dan Bangkalan hanya untuk mengunjungi cungkup-cungkup keramat yang kadang jarang diketahui.

Masyarakat Jawa, sebagaimana diakui para ahli, telah mengembangkan budaya literer dan seni pertunjukan yang tinggi. Di samping sastra tulis dan kesenian yang indah, Quinn melihat masyarakat Jawa menghasilkan kultur kisah (Java oral culture) yang fantastis dari kuburan-kuburan. Dari kuburan, muncul cerita-cerita inklusif tak terduga.

Cerita garong pembela rakyat kecil yang lahir dari makam Ki Ageng Balak hanyalah salah satu kisah unik dari kuburan yang dipaparkan Quinn dalam buku barunya yang diterbitkan Monsoon Books Ltd pada 2019: Bandit Saints of Java: How Java’s Eccentric Saints are Challenging Fundamentalist Islam in Modern Indonesia. Menurut Quinn, makam-makam bandit yang dianggap suci beserta kisah-kisahnya juga terdapat di daerah lain sepanjang Jawa.

Di Kediri, Jawa Timur, Quinn antara lain menziarahi makam yang diyakini sebagai kuburan Ki Boncolono. Pada masa kolonial, sebagaimana Ki Ageng Balak, dalam cerita-cerita lisan Boncolono dikenal sering menyerang orang-orang kaya Belanda dan membagikan hartanya kepada mereka yang kesusahan. Ki Boncolono dihukum mati Belanda. Kepalanya dipenggal. Bagian kepalanya lalu dikuburkan di bawah beringin yang disebut Ringin Sirah di Desa Banjaran. Adapun bagian tubuhnya ditanam di Bukit Maskumambang. Kedua lokasi itu dipisahkan Sungai Brantas. Ringin Sirah di sisi timur sungai, sementara Bukit Maskumambang di barat. Kisah lisan mendedahkan cerita, bila keduanya tidak dipisahkan, Ki Boncolono bisa bangkit kembali.

Pada 2004, Quinn berkunjung ke Astana Boncolono, makam Boncolono di Bukit Maskumambang. Ia melihat jalan ke puncak bukit kini dilengkapi dengan undak-undakan semen. Menurut juru kunci, banyak peziarah memberikan donasi sehingga fasilitas perziarahan makin baik. Dari Kediri, Quinn menyinggahi sebuah pertapaan kecil di Blora, Jawa Tengah. Pertapaan itu khusus didedikasikan seorang pejabat daerah untuk sosok bernama Maling Gentiri. Maling Gentiri dan Maling Kapa dalam folklor setempat adalah dua saudara maling saleh yang menjadi murid Sunan Ngerang, wali yang menyebarkan agama Islam di daerah Juwana. Kisah begal-begal yang dianggap suci di Jawa, menurut Quinn, tertanam jauh di lapisan subkultur kebudayaan. Sunan Kalijaga—satu-satunya wali yang asli Jawa—misalnya, sebelum bergelar wali, adalah keturunan istana yang menjadi perampok berjulukan Brandal Lokajaya.

“Ki Ageng Balak bukan bandit. Dia sesungguhnya seorang pangeran berdarah Majapahit,” kata kuncen makam Ki Ageng Balak kepada Quinn, mengoreksi bahwa Balak hidup pada zaman Belanda. Nama asli Balak adalah Raden Sujana. Dia disebut Balak karena memiliki anugerah dapat membuat jimat-jimat yang mampu menolak bala (aji balak). Biografi bandit-bandit kudus memang bisa berlapis-lapis kisahnya.

Buku unik ini terbit tatkala gejala skripturalisme dan ortodoksi Islam menjadi fenomena di mana-mana. Munculnya gagasan khilafiah yang menginginkan Indonesia menjadi bagian dari kepemimpinan Islam transnasional mengkhawatirkan banyak pihak. Berbagai penelitian mengamati gerakan Islam radikal di Indonesia…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18

Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…

E
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11

Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.

T
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14

Pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…