Diplomasi Republik dan Lukisan Mohammad Toha

Edisi: 27/48 / Tanggal : 2019-09-01 / Halaman : 52 / Rubrik : IQR / Penulis : Isma Savitri, ,


BUKU baru berjudul Art & Diplomacy diluncurkan Direktorat Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 17 Agustus lalu. Isinya banyak berupa foto langka zaman pergerakan yang diabadikan lewat jepretan fotografer IPPHOS—kantor berita foto pertama Indonesia. Juga poster, karikatur, serta komik yang dibuat seniman-seniman zaman itu.

Kurasi foto yang ditangani tim Galeri Foto Jurnalistik Antara pimpinan Oscar Motuloh jeli. Mereka menampilkan bukti, sebagaimana terlihat pada foto yang dimuat, bagaimana perundingan-perundingan penting yang dilakukan Sukarno dan delegasi Indonesia sering dilaksanakan di ruangan berlatar belakang karya pelukis ternama kita, seperti Basoeki Abdullah.

Buku ini juga menyuguhkan kesaksian bahwa pelukis-pelukis cilik asuhan perupa Dullah, seperti Mohammad Toha Adimidjojo, terlibat dalam peperangan di Yogyakarta dengan menggambar. Tempo mengulas buku ini bersama pengamat seni rupa, Agus Dermawan T., yang berdasarkan wawancaranya dengan Dullah dan Toha, menuliskan kisah di balik lukisan-lukisan Toha.

==

AHAD, 19 Desember 1948. Usia Mohammad Toha Adimidjojo baru sebelas tahun ketika kotanya, Yogyakarta, subuh itu dirobek serdadu Belanda. Serangan dikomandoi Letnan Jenderal Simon Hendrik Spoor, panglima tertinggi tentara Belanda di Indonesia. Spoor menginstruksikan Operatie Kraai atau Operasi Gagak, yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II. Misinya: menduduki Yogyakarta sebagai ibu kota Indonesia dan membekuk Presiden Sukarno bersama sejawatnya.

Pada Ahad pagi, dalam waktu singkat Belanda melumpuhkan Pangkalan Udara Maguwo di Yogyakarta. Sebanyak 128 dari 150 prajurit Indonesia tewas, membuat pasukan pimpinan Letnan Kolonel Van Beek percaya diri merangsek ke Gedung Agung di selatan Malioboro. Van Beek pun menyatakan Sukarno sebagai tahanan rumah.

Runyamnya situasi tak membuat si kecil Toha berdiam di rumah. Di tengah desing peluru dan bau mesiu, bocah itu malah blusukan ke sudut-sudut Yogyakarta untuk menggambar peristiwa yang dilihatnya langsung. Bekalnya tak banyak. Hanya kertas gambar dengan pensil, kuas, cat seadanya, serta sebotol air untuk campuran cat. Dengan peralatan itulah Toha si perupa cilik membuat lebih dari 60 lukisan selama empat hari. Di antaranya lukisan iring-iringan mobil jip serdadu Belanda yang mengangkut Sukarno serta Wakil Presiden Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Agus Salim. Rombongan itu pada 22 Desember 1948 melaju ke Pangkalan Udara Maguwo untuk diterbangkan dan diasingkan ke Sumatera.

Toha merekam kejadian itu dengan goresan cat minyak di atas kertas 17,1 x 24,2 sentimeter. Bukan hanya para negarawan Republik dan sederet mobil berwarna hijau zamrud tersebut yang tertangkap mata Toha. Di lukisan itu ada juga seorang fotografer dengan seragam dan baret hijau yang sedang memotret rombongan Sukarno. “Toha adalah catatan sejarah yang faktual. Bersama para pelukis remaja saat itu, karyanya nyaris tak tergantikan oleh lukisan lain, ataupun fotografi,” kata kurator dan dosen tata kelola seni Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Mikke Susanto.

Itu pula yang membuat karya Toha tersebut menjadi cover buku baru Art & Diplomacy yang terbit pada 17 Agustus lalu, bertepatan dengan peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Penerbitan buku itu diinisiasi Direktorat Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan kurator tim Galeri Foto…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18

Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…

E
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11

Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.

T
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14

Pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…