Rusuh Setelah Pajak Telepon

Edisi: 38/48 / Tanggal : 2019-11-17 / Halaman : 104 / Rubrik : INT / Penulis : Abdul Manan, ,


RASEEL, siswa 16 tahun di Kota Sidon, Libanon, mengaku tidak bisa berdiam diri di sekolah saat demonstrasi masih berlangsung di sejumlah tempat di negaranya. Ia bersama ratusan siswa sekolah menengah atas lain, Rabu, 6 November lalu, bertemu di luar sekolah pada pukul 07.30, lalu bersama-sama menuju lokasi unjuk rasa di persimpangan Elia.

Demonstrasi besar melanda negeri berpenduduk 6 juta jiwa itu sejak akhir September lalu. Para demonstran memprotes krisis ekonomi dengan tingkat pengangguran rata-rata 25 persen. Pemicu krisis, selain politik sektarian, adalah korupsi. "Kami turun ke jalan untuk masa depan yang lebih baik karena kebanyakan dari kami akan lulus tanpa peluang kerja dan terpaksa meninggalkan negara ini," kata Raseel.

Rakyat Libanon bersatu dalam kemarahan atas kegagalan para pemimpinnya menangani ekonomi yang sedang sakit, kenaikan harga, angka pengangguran yang tinggi, pelayanan publik yang buruk, dan korupsi. Namun yang memicu demonstrasi lebih besar adalah pemerintah pada 17 Oktober lalu berencana mengenakan pajak baru untuk tembakau, bensin, dan panggilan suara melalui aplikasi pesan, seperti WhatsApp, untuk menambah kas negara.

Biaya bulanan US$ 6 atau Rp 64 ribu untuk menggunakan WhatsApp itulah yang memicu kemarahan luas dan ratusan orang mulai berunjuk rasa di luar gedung pemerintah di Beirut. Sejumlah besar demonstran juga memenuhi jalan-jalan, termasuk…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

J
Jalan Pria Ozon ke Gedung Putih
2007-10-28

Hadiah nobel perdamaian menjadi pintu masuk bagi al gore ke ajang pemilihan presiden. petisi kelompok…

P
Pesan Kematian dari Pazondaung
2007-10-28

Jasad ratusan biksu dikremasi secara rahasia untuk menghilangkan jejak. penangkapan dan pembunuhan biarawan terus berlangsung…

M
Mangkuk Biksu Bersaksi
2007-10-28

Ekonomi warga burma gampang terlihat pada mangkuk dan cawan para biksu. setiap pagi, biksu berke…