Padewakang, Ekspedisi Merawat Kenangan

Edisi: 53/48 / Tanggal : 2020-03-01 / Halaman : 46 / Rubrik : SEL / Penulis : Muhannad Ridwan Alimuddin, ,


SADAR badai akan datang, kami segera menggulung dua layar perahu padewakang. Terlalu nekat kalau kami mengabaikannya karena angin seganas itu bisa saja merobek layar, bahkan membalikkan perahu kami. Pada saat seperti ini, saya jadi teringat lukisan-lukisan realis yang mengilustrasikan perahu dengan layar penuh dan sempurna, teguh menantang badai dan ombak. Bisa jadi pelukisnya tak pernah menjajal sendiri naik perahu dan berhadapan langsung dengan taring-taring ombak. Terlebih perahu ini adalah padewakang, jelmaan perahu kuno yang sejatinya punah lebih dari seabad lalu, dengan panjang 14,5 meter dan lebar 4,2 meter. Badannya boleh dibilang memang kuat, tapi tanpa mesin. Tak cukup banyak yang bisa kami lakukan untuk bertahan dari amukan alam di tengah samudra.

Saya berada di padewakang dalam ekspedisi rute Makassar-Australia. Saat mencatat pelayaran ini, saya lupa sudah berapa hari kami di laut. Yang pasti, kami berangkat dari Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, pada 8 Desember 2019. Saya menduga kami sudah dua puluhan hari berlayar. Ekspedisi ini dibiayai yayasan Abu Hanifa Institute yang berbasis di Sydney, Australia. “Before 1770” menjadi tajuk ekspedisi karena merujuk pada masa jauh sebelum pelayar James Cook memetakan pantai timur Australia. Kala itu, nenek moyang pelaut dari Makassar sudah biasa hilir-mudik ke Negeri Kanguru. Hanya, mereka memang tak membentuk koloni atau menguasai tanah suku Aborigin seperti yang kemudian dilakukan pemerintah Inggris di sana. Kegiatan mereka di perairan hanya mencari ikan dan tangkapan laut lain, terutama teripang.

Padewakang kami bernama Nur Al Marege. Ceritanya, orang-orang Makassar yang berkunjung ke sana menyebut daerah itu “Marege”. Asal kata itu kurang jelas. Namun, dalam buku The Voyage to Marege karya C.C. Macknight, istilah tersebut mungkin merujuk pada suku Aborigin. Di kapal ini, saya bersama sembilan awak. Yang mirip dengan saya, seorang penulis sekaligus pencinta laut, adalah Guswan Gunawan. Bekas mahasiswa pencinta alam Universitas Hasanuddin, Makassar, ini pernah berlayar dengan sandeq—perahu khas suku Mandar—dari Makassar ke Australia pada 2011. Ada juga Rofinus, putra Flores, Nusa Tenggara Timur, pencinta alam yang seorang diri pernah melayarkan sandeq dari Sulawesi Barat ke Jakarta.

Yang lain adalah Horst Liebner, antropolog cum sejarawan maritim yang juga tenaga ahli di Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi. Sang akademikus adalah koordinator pelayaran kami. Peran serupa dulu diemban Peter Spillett dalam ekspedisi padewakang “Hati Marege” pada 1987. Liebner tak hanya pernah melayarkan padewakang, tapi juga sandeq. Selain itu, kami didampingi pelayar profesional dari Makassar dan Sulawesi Barat. Dari Makassar ada Sampar Daeng Nyarrang, Anton…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…