Kisah Saudagar Akting Dari Dusun Kembaran

Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-12-11 / Halaman : / Rubrik : BK / Penulis :


Kalau saja mau, Butet Kartaredjasa bisa memilih hidup tenteram di lingkungan padepokan, tempat yang menumbuhkan kecintaannya kepada dunia kesenian. Itulah Padepokan Seni Bagong Kussudiardja di Dusun Kembaran, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang masyhur milik bapaknya. Tapi agaknya ada semacam intuisi yang terus membisikinya bahwa lingkungan itu tidak akan membesarkannya sebagai seniman.
Kedisiplinan yang ditanamkan oleh “Pak Bagong”—tak pernah diingkarinya sebagai bekal utama kehidupan—pertama kali dipetiknya di sana. Tapi, bagi Butet, menjadi seniman tak cukup dengan modal kedisiplinan ala padepokan. Butet bukan seniman “pemberangsang”, demikian tulis Ashadi Siregar, tapi dia selalu cenderung menafikan “struktur formal” dan memilih “menggelandang di mandala anak muda” di Yogyakarta, pada 1970-an (halaman 250).
Buku ini membeberkan banyak cerita tentang “saudagar akting” bernama Butet di dalam dan di luar panggung. Kisah-kisah tentang ketegaran, kerja keras, kegemasan, dan yang selalu terasa kocak.
Kenyataan pahit di luar padepokan memproses Butet lebih keras. Sejak bergabung dengan Teater Gandrik pada 1986 dan memainkan lakon kritik sosial Pak Kanjeng (1993), dia dianggap mbalelo oleh bapaknya. Bagong Kussudiardja adalah seniman serba bisa yang aktif dalam Badan Kerja Sama Budayawan dan Militer (BKS BuMil), oposisi Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) pada 1960-an. Dia juga aktif sebagai penasihat ketoprak Sapta Mandala bentukan Komando Daerah Militer IV/Diponegoro.
Selama bertahun-tahun bapak dan anak ini tidak berbicara. Butet bahkan di-sebratke—tidak boleh melakukan aktivitas dan berproses di padepokan—oleh Bagong. Dia mesti sembunyi-sembunyi di malam hari untuk berlatih pentas monolog-nya di padepokan. Tapi jelaslah bahwa multitalenta Bagong Kussudiardja sebagai penata tari, penari, pelukis, dan pemain film mengalir dalam tubuh Butet. Dia tidak ingin menjadi besar dengan sekadar membonceng nama. Nama besar Bagong, tersirat dari tulisan Muhidin M. Dahlan, justru dilihat Butet mengandung kelemahan, karena karya-karyanya jadi cenderung mengulang (hlm. 64-75). Maka Butet pun berteater dan menulis, menemui berbagai jenis manusia yang tidak pernah dijumpainya di padepokan, mangkir dari jalur menari atau melukis batik bapaknya. “Ndasmu!” itu yang dikatakannya ketika seorang pewawancara menggodanya, bertanya, “Siapa itu Bagong Kussudiardja” bagi dia? Saat masih di sekolah menengah pertama, Butet menyaksikan kehebatan W.S. Rendra bermain sebagai Hamlet di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Dia mbludus, tak…

Keywords: Peluncuran buku Butet KartaredjasaPenulis BukuBuku
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

T
Tamparan untuk Pengingkar Hadis
1994-04-16

Penulis: m.m. azami penerjemah: h. ali mustafa yakub jakarta: pustaka firdaus, 1994. resensi oleh: syu'bah…

U
Upah Buruh dan Pertumbuhan
1994-04-16

Editor: chris manning dan joan hardjono. canberra: department of political and social change, australian national…

K
Kisah Petualangan Wartawan Perang
1994-04-16

Nukilan buku "live from battlefield: from vietnam to bagdad" karya peter arnett, wartawan tv cnn.…