Tsunami Pasar Listrik Matahari

Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-12-11 / Halaman : / Rubrik : EB / Penulis :


MUHAMMAD Yusrizki sedang bungah. Bisnis penyediaan setrum bertenaga surya yang dia geluti setahun terakhir lewat PT Energi Melayani Negeri (EMN) sedang kebanjiran peminat. Yang terbaru, perusahaan yang ia dirikan tersebut menjadi penyedia pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap di salah satu tempat istirahat jalan tol Pemalang-Semarang yang dikelola oleh PT Jasa Marga Tbk. “Kapasitasnya di bawah 1 megawatt-peak (mWp),” kata Yusrizki di kantornya, Graha Iskandarsyah, Jakarta, pada Rabu, 8 Desember lalu.
Kapasitas 1 mWp—daya puncak yang bisa dihasilkan ketika sinar matahari sedang panas-panasnya—itu sebetulnya tidak terlalu besar. Tapi Yusrizki, yang juga Ketua Komite Tetap Kamar Dagang dan Industri Indonesia untuk Energi Baru dan Terbarukan, sadar bisnis penyediaan PLTS atap bagi pelanggan komersial dan industri di Indonesia masih bayi.
Sekecil apa pun permintaan pelanggan, tutur Yusrizki, akan disikat selama masuk hitung-hitungan bisnisnya. “Rata-rata keekonomian bisnis ini sebetulnya 2 mWp untuk pabrik besar,” ujarnya. “Di bawah itu mau enggak? Ya, mau! Yang penting makin kecil kapasitasnya, makin kecil diskonnya ke pelanggan.”
Penyedia PLTS atap untuk pelanggan industri dan komersial seperti Yusrizki kini menemukan skema bisnis yang lebih menarik bagi calon konsumen. Alih-alih menjual panel surya atau menawarkan paket pemasangan lengkap, mereka—jumlahnya puluhan dari kelas menengah seperti EMN hingga yang berukuran gajah seperti PT Surya Utama Nuansa (SUN Energy) dan PT Xurya Daya Indonesia—mengiming-imingi calon konsumen skema berlangganan seperti yang selama ini diterapkan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Tentu saja dengan tarif diskon.
Maksudnya, pelanggan cukup membayar listrik PLTS atap seperti melunasi tagihan bulanan ke PLN. Tarif listrik dari para penyedia PLTS atap ini diklaim lebih murah 10-20 persen dibanding ongkos listrik per kilowatt-jam kelas komersial dan industri PLN.
Syaratnya, Yusrizki menjelaskan, calon konsumen harus mau berlangganan selama 15-20 tahun, sesuai dengan usia pakai panel surya. “Kalau langganannya hanya lima tahun, ya, mahal jatuhnya,” ucap Yusrizki. Skema bisnis ini menjadi solusi bagi perusahaan yang ingin menggunakan listrik bersih tapi tidak punya duit kalau harus memasang pembangkit sendiri.
Baru memulai bisnis ini pada tahun lalu, Yusrizki lewat bendera EMN kini mengelola PLTS atap dengan kapasitas 5-6 mWp. Yusrizki mengaku EMN masih kecil dibanding gajah-gajah yang lebih dulu berkembang, seperti SUN Energy yang telah mengembangkan pembangkit 50 mWp dan Xurya Daya…

Keywords: PLNenergi terbarukanPembangkit Listrik Tenaga SuryaEnergi MatahariPLTS Atap
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14

Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…

S
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14

Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…

S
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14

Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…