Sebuah Kontroversi Menjelang Pameran ‘revolusi!’
Edisi: Edisi / Tanggal : 2022-01-22 / Halaman : / Rubrik : SN / Penulis :
BEBERAPA menit lewat pukul 10 pagi pada Selasa, 11 Januari lalu, Direktur Rijksmuseum Taco Dibbits membuka konferensi pers daring dari gedung megah neo-gothic Rijksmuseum di Amsterdam. Museum utama Belanda ini bulan depan akan menggelar pameran besar “Revolusi! Indonesië Onafhankelijk” (“Revolusi! Indonesia Merdeka”). Secara resmi Dibbits mengumumkan bahwa eksposisi ini disiapkan oleh dua kurator Belanda dan dua kurator Indonesia. Foto empat orang yang berdiri penuh senyum di depan pintu kantor Rijksmuseum ditampilkan: ahli seni rupa Amir Sidarta dan sejarawan Bonnie Triyana diapit oleh Marion Anker dan Harm Stevens.
Namun, selagi konferensi pers berlangsung, reaksi mulai bermunculan di publik akibat tulisan Bonnie Triyana, “Schrap de term ‘Bersiap’ want die is Racistisch” (“Hapus Istilah ‘Bersiap’ Karena Ini Rasis”), di rubrik opini situs harian NRC Handelsblad yang terbit malam sebelumnya. Dalam tulisannya, Pemimpin Redaksi Historia itu mempersoalkan istilah Bersiap, yang di Belanda menunjuk pada pembantaian warga Belanda dan Indo di Indonesia pada periode setelah Agustus 1945.
“Tim kurator memutuskan tidak memakai kata ‘Bersiap’ sebagai istilah umum untuk periode kekerasan semasa revolusi 1945-1950. Sebab, ‘Bersiap’ di Belanda digunakan sebagai ‘satu-satunya nama untuk merujuk peristiwa kekerasan yang terjadi pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia’, sementara korban kekerasan di periode revolusi kemerdekaan juga mencakup warga lokal,” tulis Bonnie. Bonnie menganggap terminologi Bersiap adalah hal yang rasis.
Reaksi pedas segera datang bertubi-tubi. Koran populis De Telegraaf menurunkan berita utama dengan judul “Histeria Seputar Sudut Pandang Woke”. Woke adalah istilah politik yang sering diasosiasikan kepada politik sayap kiri saat membela masalah-masalah keadilan rasial. Antropolog dan penulis Lizzy van Leeuwen pada Selasa, 11 Januari lalu, mengecam bahwa Rijksmuseum “mengundang cucu para pelaku (kekerasan) untuk menghapus sejarah. Kuludahi kalian!”. Martin Bosma, anggota parlemen dari partai kanan, Partai untuk Kebebasan (PVV), mencuit lewat Twitter: “Ini adalah bukti kesekian bahwa museum kita ada di tangan ekstrem kiri. Bersiap adalah genosida terhadap orang…
Keywords: Belanda, Revolusi Indonesia, Rijksmuseum, Sudjojono, Bonnie Triyana, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Ada Keramaian Seni, Jangan Bingung
1994-04-23Seminggu penuh sejumlah seniman menyuguhkan berbagai hal, bertolak dari seni pertunjukan, musik, dan seni rupa.…
Mempertahankan Perang Tanding
1994-06-25Reog khas ponorogo bisa bertahan, antara lain, berkat festival yang menginjak tahun ke-10. tapi, di…
Reog Tak Lagi Menyindir
1994-06-25Asal asul adanya reog ponorogo untuk memperingati perang tanding antara klanasewandono dengan singabarong.