Dari Sastra Madura Hingga Sastra Banjar
Edisi: 5 Febr / Tanggal : 2022-02-05 / Halaman : / Rubrik : SN / Penulis :
DI sebuah desa di Madura, Jawa Timur, Surahmo adalah seorang penggemar berat seni ngejung. Koleksi rekaman lagunya banyak, dan dia suka hadir di tempat hajatan untuk menikmati langsung tembangnya di panggung. Ketika tetangga sebelah rumahnya ingin mendatangkan ngejung, Surahmo bersemangat membantu. Tapi pada hari acara yang dinanti, dia tak berdaya karena giginya tiba-tiba sakit. Surahmo pun menikmati ngejung di kamarnya sambil menahan cenat-cenut di mulut.
Kisah tentang Surahmo penggemar ngejung itu tertuang dalam cerita pendek berjudul “Ngejung” karangan Mat Toyu. “Ngejung itu seperti nyanyian sinden khas Madura yang dibawakan oleh lelaki atau perempuan,” kata Mat Toyu, Rabu, 2 Februari lalu. Mat Toyu kemudian memakai ngejung sebagai judul buku kumpulan cerpen terbarunya yang berbahasa Madura.
Dalam Anugerah Sastera Rancage 2022, juri menobatkan buku kumpulan cerpen Ngejung (Sulur Pustaka, 2021) sebagai pemenang kategori Sastera Madura. Ngejung—berisi tujuh cerpen—bersaing dengan dua buku sastra berbahasa Madura lain: novel Salbut karangan N. Shalihin Dhamiri dan kumpulan puisi Serrat Artate karya Khalil Satta Elman. Dalam catatan juri D. Zawawi Imron, Ngejung lebih unggul dari sisi tema, pengolahan cerita, dan bahasa sastranya kental dengan kemaduraan. Eksplorasi ceritanya juga dinilai kompleks dan mampu mengemas tema sederhana menjadi cerita yang unik dan menarik.
Mat Toyu sebelumnya pernah menyabet Anugerah Sastera Rancage 2020 lewat antologi cerpennya, Kerrong ka Omba’ (Rindu Ombak). Saat itu ia menjadi pelopor juara Sastera Madura Rancage, karena kategorinya baru mulai dilombakan. Sejak itu, ia rutin mengirimkan karyanya ke Rancage setiap tahun. “Sekarang lagi riset kecil-kecilan untuk bikin novel,” tutur penulis kelahiran Desa Longos, Sumenep, Madura, 25 Juli 1990, yang bernama asli Moh. Toyu ini.
Menurut Mat Toyu, dia aktif menulis sejak 2010. Kegiatan menulisnya dia lakukan di sela-sela pekerjaan memecah batu di rumahnya hingga menjadi kerikil untuk bahan bangunan. “Rata-rata sebulan menulis tiga cerpen,” tutur lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Raudlatul Iman, Sumenep, pada 2021, yang kini juga mengajar di almamaternya pada program studi Pengembangan Masyarakat Islam itu.
•••
YAYASAN Kebudayaan Rancage di Bandung menggelar acara pemberian Anugerah Sastera Rancage 2022 secara daring pada 31 Januari lalu. Acara tahunan yang berlangsung sejak 1989 itu digagas oleh budayawan Ajip Rosidi (almarhum). Menurut Ketua Yayasan Kebudayaan Rancage Titi Surti Nastiti, pihaknya akan terus melanjutkan upaya Ajip untuk memajukan kebudayaan daerah dan Nusantara. “Sepanjang masih ada buku sastra daerah yang terbit, kami akan terus menyelenggarakan hadiah ini,” ujar Titi, yang juga putri Ajip Rosidi, ketika membuka acara.
Pemenang Hadiah Sastera Rancage 2022 untuk…
Keywords: Penulis Buku, puisi, Sastra, Rancage, Buku, Seni, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Ada Keramaian Seni, Jangan Bingung
1994-04-23Seminggu penuh sejumlah seniman menyuguhkan berbagai hal, bertolak dari seni pertunjukan, musik, dan seni rupa.…
Mempertahankan Perang Tanding
1994-06-25Reog khas ponorogo bisa bertahan, antara lain, berkat festival yang menginjak tahun ke-10. tapi, di…
Reog Tak Lagi Menyindir
1994-06-25Asal asul adanya reog ponorogo untuk memperingati perang tanding antara klanasewandono dengan singabarong.