Dua Lakon Bertaruh Beban

Edisi: Edisi / Tanggal : 2022-03-12 / Halaman : / Rubrik : EB / Penulis :


“BU Menteri, saya tanya, gimana, Bu? Tahannya sampai berapa hari ini?”
Pertanyaan dadakan Presiden Joko Widodo kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati itu terselip ketika ia berpidato dalam Sidang Terbuka Senat Akademik Dies Natalis Ke-46 Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Jawa Tengah, Jumat, 11 Maret lalu.
Sri duduk di mimbar yang sama. Pagi itu, dia baru menerima penghargaan Parasamya Anugraha Dharma Bhakti Upa Bhasana dari UNS lantaran dianggap konsisten berkontribusi terhadap kesehatan sistem keuangan dan ekonomi global.  
Ketika mengawali pidatonya, Jokowi menyinggung masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara—yang juga memenuhi orasi ilmiah Menteri Sri. “Betapa tidak gampangnya mengelola APBN,” kata Jokowi. “Hal-hal yang dulu tidak kita perkirakan semuanya muncul, semuanya. Kelangkaan energi, sekarang semua negara mengalami, tambah perang, harga naik.”
Harga yang dimaksud adalah harga minyak mentah dunia yang makin melambung seiring dengan berlangsungnya perang Rusia-Ukraina. Harga Brent, yang menjadi acuan sebagian besar minyak mentah global, sempat menembus US$ 130 per barel pada perdagangan Selasa, 8 Maret lalu. “Semua negara harga jualnya ke masyarakat sudah naik juga, kita di sini masih nahan-nahan,” tutur Jokowi sambil menyunggingkan senyum di bibirnya.
Entah apa makna di balik senyum Jokowi. Yang jelas, lonjakan harga minyak dunia menjadi pembahasan intensif Kementerian Keuangan dan PT Pertamina (Persero). Dari sejumlah isi pembicaraan, seorang pejabat Pertamina yang mengetahui detail pembahasan itu mengungkapkan, formula subsidi bahan bakar minyak (BBM) Pertalite menjadi topik paling krusial.
Pertalite, produk BBM Pertamina dengan angka oktan 90, mengandung bensin bersubsidi jenis Premium sebanyak 50 persen. Formula subsidi ini menentukan jumlah dana yang akan masuk ke kantong Pertamina. Dana dibayarkan sebagai kompensasi lantaran Pertamina tak diperbolehkan menaikkan harga Pertalite ketika harga minyak dunia terus menanjak.
Sepanjang tahun lalu hingga saat ini, Pertalite masih dihargai sekitar Rp 7.650 per liter—di beberapa wilayah maksimal Rp 8.000 per liter. Angka tersebut jauh di bawah harga keekonomian BBM dengan research octane number (RON) 90 yang diperkirakan mencapai Rp 11 ribu per liter. “Tanpa itu (kepastian dana kompensasi), Pertamina pasti minus,” ujar seorang pejabat menceritakan kondisi keuangan Pertamina yang sedang berdarah-darah karena dipaksa menahan harga bensin. “Subsidi ke Pertalite sudah disetujui untuk 2021. Tinggal angkanya.”
Persoalan dana kompensasi itulah yang membuat laporan keuangan PT Pertamina (Persero) tahun buku 2021 tak kunjung terbit. Biasanya, perusahaan minyak dan gas negara itu menyelesaikan laporan keuangannya pada bulan pertama atau kedua di tahun berikutnya. Tapi, hingga pekan kedua Maret ini, belum ada konfirmasi tentang selesainya laporan keuangan perusahaan.

•••
SINYAL terguncangnya kondisi keuangan Pertamina sebenarnya telah menyala saat Kementerian Badan Usaha Milik Negara merilis daftar perusahaan pelat merah pencetak laba terbesar per triwulan ketiga 2021 pada Januari 2022. Dalam daftar sepuluh BUMN teratas yang…

Keywords: PertaminaJoko WidodoSri Mulyani IndrawatiHarga BBMHarga Minyak Dunia
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14

Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…

S
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14

Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…

S
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14

Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…