Lara Pekerja Di Tanah Tetangga
Edisi: Edisi / Tanggal : 2022-07-30 / Halaman : / Rubrik : NAS / Penulis :
MENJEJAK Johor, Malaysia, pada awal 2019, Sumarni hanya menggunakan visa turis. Perempuan asal Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, itu berniat menjadi pekerja migran Indonesia meski tak berbekal dokumen lengkap. “Ada perusahaan tenaga kerja yang menjanjikan pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga,” kata Sumarni saat dihubungi Tempo, Jumat, 29 Juli lalu.
Sumarni yang kala itu berusia 17 tahun diiming-imingi upah RM 1.100 atau setara dengan Rp 3,6 juta. Ia bertolak dari Batam, Kepulauan Riau, bersama tiga temannya. Begitu sampai Johor, dia diantar seorang perantara perusahaan penyalur pekerja migran Indonesia ke rumah majikannya.
Betapa Sumarni terkejut ketika majikannya langsung menyita paspornya. Setelah itu, dia dipaksa bekerja mulai subuh hingga larut malam. Segala hal menjadi tugasnya, dari memasak, membersihkan rumah, sampai menjaga anak majikan. Sumarni tak pernah mendapat libur. Ia mengeraskan tekad untuk bertahan demi upah yang dijanjikan.
Namun harapannya kandas. Majikannya hanya memberi upah RM 330 atau sekitar Rp 1,1 juta. Itu pun disertai peringatan agar ia tak kabur dari rumah. “Majikan sering mengancam bahwa saya akan ditangkap jika kabur karena tak punya dokumen,” ucap Sumarni.
Satu tahun dieksploitasi, akhirnya Sumarni kabur dan mencari majikan baru. Lagi-lagi dia diperlakukan serupa. Majikan ketiga pun demikian. Baru majikan keempat yang memperlakukan Sumarni dengan baik. “Dia mau mengurus kelengkapan dokumen saya,” ujar Sumarni, yang kini tinggal di rumah sebuah keluarga di Negeri Sembilan, salah satu negara bagian Malaysia.
Nasib serupa dialami Wati—bukan nama sebenarnya—yang mencari pekerjaan ke Malaysia pada Desember tahun lalu. Perempuan kelahiran Karanganyar, Jawa Tengah, 38 tahun lalu itu juga kepincut rayuan calo yang menjanjikan pekerjaan di Kuala Lumpur dengan hanya bermodal visa kunjungan.
Wati lantas disodori kontrak kerja berisi kewajiban sebagai pekerja rumah tangga. Tiada poin hak sebagai pekerja. Dokumen dan telepon selulernya pun disita. Dengan upah hanya RM 600, tak sampai separuh yang dijanjikan sebesar RM 1.300, ia bekerja mulai subuh hingga larut malam. Juga tanpa libur. Hampir setiap hari majikannya memaki dan bersikap…
Keywords: Malaysia, Buruh Migran, Kementerian Ketenagakerjaan, Pekerja Migran Indonesia, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?