Seret Mengungkap Telik Sandi
Edisi: Edisi / Tanggal : 2022-08-06 / Halaman : / Rubrik : SEL / Penulis :
PENERBITAN seri buku studi tentang intelijen tak sepenuhnya berjalan sesuai dengan rencana. Peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang kemudian dilebur ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), memulai penelitiannya sejak 2015. Buku pertama, Intelijen dalam Pusaran Demokrasi di Indonesia Pasca Orde Baru, terbit pada 2017 dan buku kedua, Intelijen dan Politik Era Soekarno, menyusul tahun berikutnya. “Tiga buku lainnya terbit tahun 2022 semua,” kata Muhamad Haripin, anggota tim peneliti, pada Rabu, 3 Agustus lalu.
Tiga buku yang terbit tahun ini adalah Intelijen dan Kekuasaan Soeharto, Intelijen dan Keamanan Nasional di Indonesia Pasca-Orde Baru, dan Membangun Intelijen Profesional di Indonesia. Di luar buku-buku tersebut, ada empat kertas kerja yang mengulas organisasi telik sandi ini.
Intelijen Dan Kekuasaan Soeharto
Di Indonesia, yang disebut sebagai komunitas intelijen adalah Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (Bais), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Intelijen dan Keamanan Kepolisian, serta intelijen kejaksaan. Namun fokus pembahasan studi ini adalah BIN, lembaga yang berperan sebagai koordinator untuk semua badan intelijen berdasarkan Undang-Undang Intelijen.
Penerbitan seri buku, menurut peneliti senior LIPI, Ikrar Nusa Bakti, merupakan rangkaian dari studi tentang reformasi keamanan yang dimulai sejak 1995. Saat itu, Presiden Soeharto memulai reformasi di tubuh militer dan meminta LIPI melakukan kajian. Penelitian itu kemudian yang menghasilkan buku Bila ABRI Menghendaki (1998), Bila ABRI Berbisnis (1998), dan Tentara Mendamba Mitra (1999). “Setelah itu dilanjutkan dengan studi tentang reformasi kepolisian dan intelijen,” ucap Ikrar dalam webinar peluncuran buku kajian ini pada Sabtu, 30 Juli lalu.
Intelijen Dan Kemananan Nasional Di Indonesia Pasca-Orde Baru
Ikrar mengakui bahwa penelitian mengenai badan intelijen bukan hal yang mudah karena watak organisasinya yang bersifat rahasia. Namun mantan Duta Besar Indonesia untuk Tunisia itu bersyukur bahwa ia bersama para koleganya bisa masuk sedikit demi sedikit ke komunitas tersebut; mewawancarai sejumlah petinggi BIN, Bais, BIN daerah, Direktorat Intelijen Keamanan Kepolisian RI; dan pengguna akhir informasi intelijen, yaitu presiden.
Lima buku itu mengulas intelijen dengan berbagai pendekatan. Ada yang mengkajinya berdasarkan periode pemerintahan, yaitu era Sukarno (1945-1965), Soeharto (1966-1998), dan setelah Reformasi 1998. Ada juga yang berfokus pada topik tertentu, seperti hubungan badan intelijen dengan presiden atau praktik pengawasannya oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Tiap buku berisi lebih dari lima bab dan tiap bab ditulis oleh satu-dua peneliti.
Membangun Intelijen Profesional Di Indonesia
Putri Ariza Kristimanta menulis hubungan kepala badan intelijen dengan presiden. Menurut dia, pola umum yang bisa dilihat dalam pemilihan kepala badan intelijen oleh presiden adalah kepercayaan. “Ketika presiden tak mempercayai kepala intelijennya, bagaimana dia bisa mempercayai hasil dari produk analisisnya?” katanya. Pola serupa terjadi di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat.
Menurut Muhamad Haripin, pola pengangkatan pemimpin intelijen itu bersifat paternalistik, patron-klien, atau hubungan politik murni. Ini tidak hanya terjadi di masa Soeharto, tapi juga diteruskan oleh presiden-presiden berikutnya, dari B.J. Habibie hingga Joko Widodo. “Kami bisa menarik garis-garis politik orang (yang ditunjuk menjadi kepala badan intelijen) ini,” tuturnya.
Di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, BIN dipimpin secara berturut-turut oleh Mayor Jenderal TNI Purnawirawan Syamsir Siregar, Jenderal Polisi Sutanto, dan Letnan Jenderal TNI Purnawirawan Marciano Norman. Tim peneliti menilai orang yang diangkat Yudhoyono sebagai Kepala BIN adalah yang punya kedekatan politik dengannya, antara lain pernah menjadi bagian tim suksesnya.
Dalam wawancara dengan tim peneliti pada 2018, Yudhoyono menegaskan pentingnya peran BIN…
Keywords: AM Hendropriyono, Badan Intelijen Negara, Badan Riset dan Inovasi Nasional | BRIN, Intelijen, Dokumen Intelijen, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…