Keras Kepala Kitab Pidana

Edisi: 20 Nov / Tanggal : 2022-11-20 / Halaman : / Rubrik : NAS / Penulis :


BERTEMU dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. di kantornya pada Kamis, 17 November lalu, Edward Omar Sharif Hiariej melaporkan hasil diskusi publik tentang Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP. Kepada sahibulbait, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu mengklaim telah menampung aspirasi dari organisasi masyarakat sipil, mahasiswa, dan akademikus selama tiga bulan sosialisasi.
Eddy—sapaan Edward Omar Sharif Hiariej—menyampaikan bahwa ada sejumlah pasal di RKUHP yang mendapat masukan dari masyarakat. Di antaranya penghinaan terhadap presiden dan lembaga negara. “Beliau meminta laporan soal hasil dialog publik yang sudah diselenggarakan,” kata Eddy melalui pesan WhatsApp pada Jumat, 18 November lalu.
Dimintai tanggapan pada Sabtu, 19 November lalu, Mahfud membenarkan telah menerima laporan hasil sosialisasi RKUHP. Dalam persamuhan itu, ia juga meminta Eddy mengklarifikasi pernyataan politikus Partai Gerindra, Habiburokhman, bahwa RKUHP tak akan disahkan pada 2022. “Saya meminta Wamenkumham mengklarifikasi karena dia adalah ketua tim lapangan di DPR,” ujarnya.
Diskusi publik mengenai RKUHP diselenggarakan setelah ada perintah dari Presiden Joko Widodo. Dalam rapat terbatas di Istana Negara pada 2 Agustus lalu, Jokowi meminta jajarannya menjaring saran dan kritik dari masyarakat tentang kitab babon hukum pidana tersebut. Ini termasuk 14 isu krusial seperti hukuman mati, perzinaan, dan penghinaan kepala negara.
Baca: Lobi Pemerintah Mempercepat Pengesahan RKUHP
Jokowi menyoroti polemik tentang RKUHP sejak periode pertama kepemimpinannya. Eddy bercerita, Presiden mengumpulkan tim ahli RKUHP di Istana Negara pada September 2019. Eddy waktu itu masih berstatus anggota tim perumus. Persamuhan itu diadakan di tengah demonstrasi yang menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan RKUHP.
Menurut Eddy, Jokowi menanyakan pasal hukuman mati. Presiden menyebutkan sejumlah duta besar mempersoalkan vonis mati masih berlaku di Indonesia. Jokowi juga menyinggung pasal penghinaan presiden. Kepada tetamunya, bekas Gubernur DKI Jakarta itu meminta pasal tersebut dihapus. Jokowi juga mengaku sudah biasa dicela. “Kami bilang ini bukan soal Joko Widodo, tapi urusan menjaga martabat kepresidenan,” kata Eddy.
Disorot tajam dalam acara sosialisasi, pemerintah mempertahankan pasal penghinaan terhadap kepala negara di draf yang diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada 9 November lalu. Pemerintah cuma menambahkan sejumlah frasa pada bagian penjelasan pasal tersebut, yaitu aksi menista dan memfitnah merupakan tindakan yang menyerang martabat presiden. Adapun kegiatan unjuk rasa digolongkan sebagai aktivitas…

Keywords: Mahfud MdHukuman MatiKebebasan PersRKUHPEdward Omar Sharif Hiariej
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?