Manusia Oven Dan Kritik Kota Makassar
Edisi: 11 Des / Tanggal : 2022-12-11 / Halaman : / Rubrik : SN / Penulis :
BERPAKAIAN merah-merah dengan kepala bermahkota oven aluminium, mereka berjajar di depan tembok di samping Gedung Kesenian Sulawesi Selatan, Societeit de Harmonie Makassar. Pada tembok itu terdapat tulisan “kota bukan tentang bangunannya, tapi tentang manusianya”. Lima “manusia oven” ini kemudian masing-masing bermonolog tentang sisi-sisi kota.
Kiki, salah satu penampil, menyebut dirinya mahasiswa. Ia menyoroti trotoar di kota itu yang tak ramah bagi komunitas difabel dan direnggut para pengguna kendaraan. Penampil lain, Nurjanah, menyebut kotanya tak layak menyandang status salah satu kota dunia. Alasannya, angka kriminalitas tinggi serta masih ada begal, tawuran, dan banjir.
Jorge, pekerja kreatif di bidang film, menunjuk halte-halte yang tak terurus dan tak berfungsi. Tangannya bergerak setiap kali memperkenalkan diri kepada penonton. Adapun seorang penampil lain bergerak seperti petinju yang siap menyarangkan pukulannya. Yang lain menaikkan jempol dan mengepalkan tangan. Salah satu…
Keywords: Kota Makassar, Pertunjukan, Teater, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Ada Keramaian Seni, Jangan Bingung
1994-04-23Seminggu penuh sejumlah seniman menyuguhkan berbagai hal, bertolak dari seni pertunjukan, musik, dan seni rupa.…
Mempertahankan Perang Tanding
1994-06-25Reog khas ponorogo bisa bertahan, antara lain, berkat festival yang menginjak tahun ke-10. tapi, di…
Reog Tak Lagi Menyindir
1994-06-25Asal asul adanya reog ponorogo untuk memperingati perang tanding antara klanasewandono dengan singabarong.