Menabur Garam Menolak Maaf

Edisi: 22 Jan / Tanggal : 2023-01-22 / Halaman : / Rubrik : NAS / Penulis :


DI hadapan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu (PPHAM), Presiden Joko Widodo mengungkapkan keraguannya. Dalam pertemuan di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 11 Januari lalu, itu, Jokowi bertanya tentang pengakuan dan penyesalan terhadap 12 kasus pelanggaran HAM berat.
“Kalau saya menyatakan penyesalan, ini enggak jadi masalah, ya?” kata anggota Tim PPHAM yang juga mantan Wakil Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Letnan Jenderal (Purnawirawan) Kiki Syahnakri, menirukan ucapan Presiden itu kepada Tempo, Rabu, 18 Januari lalu.
Menurut Kiki, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. menjawab bahwa langkah itu merupakan kewajiban konstitusional yang harus dijalankan pemerintah. Mahfud pun beralasan 12 kasus itu telah dinyatakan sebagai pelanggaran hak asasi manusia berat oleh Komisi Nasional atau Komnas HAM, lembaga yang bertanggung jawab kepada presiden.Baca: Di Balik Ide Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat
Jokowi yang didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno menerima penjelasan itu. Ia kemudian mencermati sepuluh rekomendasi lain yang dibuat oleh Tim PPHAM. Dari usul penulisan ulang sejarah sebagai narasi versi negara hingga pemulihan hak para korban.
Seusai pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu, Jokowi membuat pernyataan publik. Ia mengakui dan menyesalkan terjadinya 12 pelanggaran HAM berat. “Dengan pikiran jernih dan hati yang tulus, sebagai kepala negara saya mengakui bahwa pelanggaran HAM berat memang terjadi di masa lalu,” ucap Jokowi.
Dua hari kemudian, Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa mengapresiasi sikap Jokowi. Juru bicara HAM PBB, Liz Throssell, menyebutkan pernyataan itu menjadi langkah awal dalam proses keadilan transisional. Ia berharap sikap Jokowi membuka jalan untuk menghentikan impunitas terhadap pelaku kejahatan HAM yang berlangsung berpuluh tahun lamanya.
Di dalam negeri, pernyataan Jokowi mendulang kritik dari pegiat hak asasi. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyayangkan Jokowi tak meminta maaf. “Pengakuan negara tanpa upaya mengadili mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat hanya menambah garam pada luka korban dan keluarganya,” ujar Usman.
Pembentukan TPPHAM
BERULANG kali pemerintah Presiden Joko Widodo berupaya menyelesaikan pelanggaran HAM berat tanpa jalur pengadilan. Pada April 2016, pemerintah menggelar simposium bertema “Membedah Tragedi 1965” yang diadakan Lembaga Ketahanan Nasional. Saat itu muncul penolakan dari purnawirawan Tentara Nasional Indonesia.
Dua bulan kemudian, para purnawirawan TNI mengadakan simposium tandingan bertajuk “Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan Partai Komunis Indonesia dan Ideologi Lain”. Penanggung jawab acara itu adalah Kiki Syahnakri, yang namanya kerap disebut dalam kasus pelanggaran HAM di Timor Timur—kini Timor Leste.
Baca:

Keywords: JokowiKasus PaniaiPelanggaran HAM BeratPengadilan HAMTim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa LaluTim PPHAMMakarim Wibisono
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?