Gagasan Lagu Kritis Iwan Fals
Edisi: 30 Apr / Tanggal : 2023-04-30 / Halaman : / Rubrik : SOS / Penulis :
LIMA belas menit sebelum latihan rutin dimulai, Virgiawan Liestanto sudah bersiap di sudut dojo karate yang berada di pekarangan rumahnya. Laki-laki 61 tahun yang lebih tenar dengan nama Iwan Fals ini sudah mengenakan karategi—baju karateka—lengkap dengan sabuk hitam yang terikat pada pinggangnya.
Tak lama berselang, anak-anak dari berbagai usia mulai datang. Sebagian besar dari mereka masih bersabuk putih atau tingkat pemula. Sebagai pembuka, para karateka berlari mengitari gelanggang latihan. Kemudian beberapa gerakan dilakukan sebagai bentuk peregangan tubuh.
Setelah itu, mereka membuat barisan di tengah gelanggang. Dari sudut, Iwan berjalan dan berdiri di depan mereka. Dia kemudian membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan. Gerakan itu diikuti para peserta latihan. Sore itu, sang musikus dan para karateka lain menghabiskan waktu dengan berbagai macam gerakan dan tubuh yang berkeringat.
Saat berbincang dengan Tempo sekitar satu jam sebelum latihan, Iwan menunjuk sebuah bingkai bertulisan "20 Filosofi Karate Gichin Funakoshi" yang terpasang di dinding gelanggang. "Itu, yang nomor 11, karate seperti air mendidih. Jika kamu tidak memanaskannya secara teratur, ia akan menjadi dingin,” katanya di rumahnya di Jalan Raya Leuwinanggung Nomor 19, Leuwinanggung, Kecamatan Tapos, Depok, Jawa Barat, Selasa, 21 Maret lalu.
Iwan Fals bersama murid-muridnya dalam sesi latihan karate di Leuwinanggung, Tapos, Depok, Jawa Barat, 21 Maret 2023. Tempo/Hilman Fathurrahman W
Sore itu, kebanyakan yang berlatih karate di rumah Iwan adalah karyawan PT Tiga Rambu—perusahaan yang ia dirikan dan bergerak di bidang hiburan. Ada juga warga sekitar rumah Iwan. Latihan digelar seminggu dua kali, yakni Selasa dan Jumat, mulai pukul 16.00 sampai 18.00.
Menurut Iwan, latihan rutin karate itu menjadi ajang silaturahmi. Iwan mengatakan setiap peserta mempunyai porsi masing-masing sesuai dengan tingkatan sabuk. Misalnya peserta bersabuk putih wajib mengetahui teknik dasar karate, yaitu kata atau jurus. "Itu wajib tahu. Yang kuning tambah satu lagi, yang hijau satu lagi,” ujarnya. Namun, Iwan menambahkan, yang paling penting dalam latihan adalah gerak. "Targetnya kesehatan, buat cari keringat.”
Sejak kecil pria yang lahir di Jakarta pada 3 September 1961 ini memang menaruh minat pada olahraga, khususnya bela diri karate. Kedua orang tuanya pun memberikan dukungan penuh. Ketika ia masih duduk di bangku sekolah dasar, ibunya selalu mendorongnya untuk mengikuti berbagai macam kejuaraan.
Tidak hanya didukung orang tua, hobinya berolahraga bela diri itu tak lepas dari kegemarannya membaca komik silat. Iwan kecil menikmati beragam komik silat, dari karya Asmaraman Sukowati atau Kho Ping Hoo hingga Si Buta dari Gua Hantu karya Ganes T.H. "Ya, tiba-tiba begitu saja. Akhirnya mentok-mentok karate," tuturnya.
Bagi Iwan, karate adalah kesadaran tubuh untuk bergerak setiap hari. Karena bukan atlet profesional, Iwan memaknai filosofi karate sebagai laku sehari-hari dan merefleksikannya untuk melatih kepribadian hingga kejujuran.
Iwan juga mempraktikkan laku karate kepada murid-murid yang berlatih bersama. "Kemudian kewajiban saya sebagai rokudan ya saya penuhi juga. Kasihan murid-murid kalau kita tidak bisa kasih contoh. Terutama soal penguasaan diri, kepribadian, kejujuran. Masing-masing tafsirnya macam-macam, lah."
Rutinitas di dunia hiburan dengan waktu yang tidak menentu mengharuskan Iwan merawat tubuhnya. Pada titik ini, karate menjadi semacam ruang bagi dia untuk melakukan gerak-gerak sebagai…
Keywords: Karate, Iwan Fals, Kritik Sosial, WS Rendra, Musikus, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Sang Peroboh Menara Gading
2007-11-04Ia pionir dalam bidang telekomunikasi satelit indonesia. insinyur juga harus pandai berbisnis.
Membesarkan Indonesia dengan Musik
2005-07-10Erwin gutawa adalah musisi cemerlang. jenjang karier sebagai seorang musisi telah lengkap ia lakoni.
Menjaga Bali dengan Hati
2005-08-14Luh ketut suryani terus berikhtiar menjaga bali dari gerusan efek negatif pariwisata. anak-anak korban pedofilia…