Apa Arti Multikulturalisme Di Prancis?
Edisi: 30 Jul / Tanggal : 2023-07-30 / Halaman : / Rubrik : SEL / Penulis :
MENUJU Paris musim gugur silam, saya menyimpan keingintahuan yang tak boleh ditanyakan: apakah multikulturalisme Eropa, setidaknya Prancis, suatu proyek gagal? Hari ini pun terngiang penembakan terhadap Nahel Merzouk, remaja keturunan Afrika, oleh polisi Prancis, peristiwa yang memicu kerusuhan 19 hari di sekitar Paris, Juli 2023. Tahun lalu, pecah insiden antara polisi dan komunitas Kurdis. Pada 2005, kekacauan tiga pekan di banyak kota juga diawali intimidasi polisi terhadap remaja kulit hitam. Di sisi lain, ada rantai peristiwa terorisme yang berulang hampir tiap tahun, memuncak pada 2015-2017—pelakunya berhubungan dengan kelompok islamis, terutama pendukung kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Semua menciptakan lingkaran setan kekerasan dan rasisme.
Tapi pertanyaan apakah multikulturalisme Prancis gagal juga tak sahih diajukan secara verbal. Itu bagai menanyakan apakah Bhinneka Tunggal Ika gagal karena Indonesia pun mengalami kasus bermuatan suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA. Ungkapan itu bisa diterima sebagai keprihatinan saat insiden terorisme memuncak, seperti pernyataan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy pada 2011 ataupun Kanselir Jerman Angela Merkel pada 2015: multikulturalisme adalah kegagalan. Orang mulai sinis dan menyebutnya “multikulti”.
Kita bisa membacanya demikian: pilihannya bukan menolak multikulturalisme, tapi menyadari “multikulturalisme” yang ada dalam konseptualisasi di Eropa tidak memadai untuk melihat persoalan. Multikulturalisme perlu dipikirkan ulang, lebih dari model asimilasi atau integrasi yang umumnya dibicarakan di benua tua itu. Model asimilasi menganggap pendatang menyesuaikan diri dan terserap dalam budaya setempat. Model integrasi berpandangan pendatang tetap membawa kultur asal dan hidup berdampingan.
Direktur Literature & Ideas Festival Ayu Utami (kedua kiri), Kurator Pameran Komunitas Salihara Asikin Hasan (tengah), Aktris Asmara Abigail (kedua kanan), dan Assistant Cultural Affairs Kedutaan Besar Amerika Serikat Grace Clegg (kanan) saat menjadi narasumber dalam konferensi pers di Komunitas Salihara, Jakarta, Selasa, 25 Juli 2023. Tempo/M Taufan Rengganis
Perjalanan saya ke Paris bertujuan mempersiapkan Literature and Ideas Festival (LIFEs) 2023 yang akan menyentuh tema itu dan diadakan Komunitas Salihara pada 5-12 Agustus 2023. Berjudul "Mon Amour!", perhelatan ini hendak merayakan—dengan gembira!—sastra dan pemikiran dari Prancis yang multikultural. Dengan dukungan Institut Français d’Indonésie (IFI), penulis Prancis keturunan Madagaskar, Kamboja, Suriah, dan Aljazair akan tampil—antara lain novelis Johary Ravaloson—secara langsung ataupun melalui rekaman. Juga ada pementasan tentang novelis Prancis, Colette, oleh aktris Amerika Serikat, Lorri Holt, yang dihadirkan Kedutaan Besar Amerika Serikat. Multikulturalisme menjadi horizon: sesuatu yang disadari bersama meski tak harus tajam dirumuskan.
Saya menginap di apartemen Haussmann milik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Prancis di Jalan Cortambert, Paris. Sebuah buku menghantui saya, Rue Jean-Pierre Timbaud, tentang keluarga yang hidup di antara kaum berjanggut dan kaum bobo (bohemian-borjuis) di sekitar Jalan Jean-Pierre Timbaud, karya Géraldine Smith. Smith pernah tinggal di sana, yang awalnya ia sukai karena suasana multikulturalnya. Ia berteman dengan keluarga Arab, Afrika, Asia, Ukraina, dan lain-lain.
Buku ini perlahan menyingkapkan bukan hanya rasa superioritas kulit putih yang sulit pudar, tapi juga rasisme di antara kaum kulit berwarna: Arab memandang rendah Afrika, Afrika tak suka pada Asia. Peristiwa 9/11 (penyerangan menara kembar di New York, Amerika Serikat, 2001) mengentalkan sikap yang sebelumnya samar. Identitas keagamaan kelompok imigran muslim menguat. Buku ini membawa suara ironis tentang multikulturalisme Prancis, terbit pada 2016, tahun terjadinya serangan truk di Nice dengan korban tewas 86 orang dan luka 434 orang. Ini adalah periode yang sinis tentang…
Keywords: Prancis, Komunitas Salihara, Filsafat, Revolusi Prancis, Multikulturalisme, Adonis, Lakhdar Brahimi, Sastra Prancis, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…