Pengakuan Korban Penculikan Paspampres
Edisi: 3 Sept / Tanggal : 2023-09-03 / Halaman : / Rubrik : HK / Penulis :
TERIAKAN dari dalam kios obat dan kosmetik milik Imam Masykur menyita perhatian warga yang sedang melintas di Jalan Sandratex, Kelurahan Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, pada Sabtu sore, 12 Agustus lalu. “Rampok! Rampok!” ujar Raihan—bukan nama sebenarnya—menirukan teriakan tersebut kepada Tempo. Sehari-hari Raihan menjadi juru parkir di sekitar kios Imam. Mengira ada perampokan dan penganiayaan, ia langsung bergegas menuju kios.
Empat pemuda lain mendengar teriakan yang sama. Raihan melihat seorang pria bertubuh kekar tengah berhadapan dengan Imam, 25 tahun. Bersama empat orang lain, Raihan menyeret sang pria ke luar kios. Mereka memiting lalu meninju dan menendang pria tersebut secara bergantian. Pengeroyokan itu berhenti setelah seorang pria lain mendatangi mereka. “Dia mengaku sebagai polisi,” tutur Raihan.
Pria yang baru datang itu menunjukkan sehelai kertas putih di map berwarna cokelat untuk meyakinkan massa bahwa mereka polisi. Semula Raihan ragu atas pengakuan itu. Namun keraguan itu meredup ketika pria tersebut mengeluarkan borgol. Raihan dan pemuda setempat memilih mundur melihat Imam diseret ke sebuah mobil dengan tangan terborgol. Itulah hari terakhir mereka melihat Imam masih hidup. “Belakangan, lihat di berita, Imam sudah tewas,” ujar Raihan.
Dari berita, Raihan baru mengetahui Imam menjadi korban penculikan personel Tentara Nasional Indonesia (TNI). Salah seorang di antaranya adalah anggota Pasukan Pengamanan Presiden. Setelah kabar ini terungkap, Raihan berondok. Itu sebabnya ia minta identitasnya disembunyikan.
Baca: Malam Kelam di Markas Prajurit
Jasad Imam ditemukan mengambang di Sungai Cibogo, Desa Klari, Karawang, Jawa Barat, pada Selasa, 15 Agustus lalu. Awalnya tubuhnya sulit dikenali karena sudah membengkak. Identitas jasad itu baru dikenali delapan hari berselang setelah polisi dan tim penyidik Polisi Militer Komando Daerah Militer Jakarta Raya (Pomdam Jaya) mengajak perwakilan keluarga menyambangi Rumah Sakit Umum Daerah Karawang.
Polisi dan TNI mensinyalir mayat itu identik dengan ciri-ciri fisik Imam. Mereka mendapatkan ciri-ciri itu dari Fauziah, ibu Imam, yang tinggal di Bireuen, Aceh. Fauziah yang datang ke Jakarta memastikan korban adalah anak kandungnya. Ia menjerit histeris dan lunglai seketika saat menyaksikan jasad anaknya yang tersimpan dalam lemari pendingin ruang penyimpanan mayat. Jasadnya lebam penuh luka. “Itu anak saya,” ucap Fauziah yang datang bersama sepupu Imam, Sayed Sulaiman.
Jenazah Imam langsung diautopsi pada hari itu. Sayed mengungkapkan, dokter menyimpulkan adanya luka di kepala bagian belakang. Trauma akibat benturan benda tumpul itu menyebabkan perdarahan berat di otak. Punggung Imam juga biru lebam dan memperlihatkan jejak luka akibat pecutan. Tulang rusuknya patah. Ada pula lubang di bahu kiri. “Waktu itu dokter belum bisa memastikan apakah luka tersebut akibat peluru atau bukan,” ujarnya. Keluarga membawa pulang jasad Imam ke permakaman dekat rumah neneknya di Dusun Arafah, Gampong Mon Keulayu, Kecamatan Gandapura, Bireuen.…
Keywords: Penganiayaan, Penculikan, Paspampres, Puspom TNI, Imam Masykur, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Vonis Menurut Kesaksian Pembantu
1994-05-14Tiga terdakwa pembunuh marsinah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. pembela mempersoalkan tak dipakainya kesaksian yang…
Hitam-Hitam untuk Marsinah
1994-05-14Buruh di pt cps berpakaian hitam-hitam untuk mengenang tepat satu tahun rekan mereka, marsinah, tewas.…
Peringatan dari Magelang
1994-05-14Seorang pembunuh berencana dibebaskan hakim karena bap tidak sah. ketika disidik, terdakwa tidak didampingi penasihat…