Kritik Ketahanan Pangan Dalam Lakon Bisul Semar
Edisi: 15 Okt / Tanggal : 2023-10-15 / Halaman : / Rubrik : SN / Penulis :
DI sofa nan empuk, di situlah Semar menikmati hari-harinya. Sofa itu satu-satunya yang tampak mewah di ruangan yang menyatu dengan dapur, berteman meja bundar kecil yang di atasnya terdapat termos dan cangkir besar. Malam itu, istri Semar, Sutiragen, dan ketiga anaknya, Gareng, Petruk, dan Bagong, mengelilinginya sembari bernyanyi, menghibur Semar yang terkena bisul misterius.
Bukannya terhibur, Semar justru mengerang kesakitan dan membuat Sutiragen tergopoh-gopoh mendekatinya. Mata suaminya itu masih ditutup masker dan tubuhnya berbalut kimono tidur. “Seisi rumah dibikin ribut,” ujar Sutiragen, kesal. Begitulah sekelumit adegan pementasan Teater Koma berlakon Bisul Semar di gedung Taman Budaya Yogyakarta pada Rabu, 4 Oktober lalu.
Munculnya bisul di kepala juga membuat Semar tak bisa berpikir jernih. Ia bisa tiba-tiba lebih genit terhadap istrinya, bahkan menjadi nyinyir ngerasani pejabat, penguasa, ketua partai politik. Dalam pertunjukan itu pun, seperti umumnya pentas-pentas Teater Koma, bisa ditebak sang Semar menjadi medium untuk merumpi soal politik mutakhir. "Kapan waktunya pemilu? Doakan saat pemilu bisul jangan datang mendadak. Nanti tidak ada calon pemimpin yang bagus di mata Romo,” kata Semar setelah terbangun.
Semar, yang…
Keywords: Ketahanan Pangan, Yogyakarta, FAO, Taman Budaya Yogyakarta, Teater Koma, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Ada Keramaian Seni, Jangan Bingung
1994-04-23Seminggu penuh sejumlah seniman menyuguhkan berbagai hal, bertolak dari seni pertunjukan, musik, dan seni rupa.…
Mempertahankan Perang Tanding
1994-06-25Reog khas ponorogo bisa bertahan, antara lain, berkat festival yang menginjak tahun ke-10. tapi, di…
Reog Tak Lagi Menyindir
1994-06-25Asal asul adanya reog ponorogo untuk memperingati perang tanding antara klanasewandono dengan singabarong.