Mahkamah Keadilan di Balik Tabir Kolusi

Edisi: 07/29 / Tanggal : 2000-04-23 / Halaman : 49 / Rubrik : INVT / Penulis : Wiyana, Dwi , Wiremmer, Hendriko L, Riyanto, Agus S.

SEKRETARIS Jenderal MA Pranowo muncul di lantai dasar Gedung Mahkamah Agung, Jumat siang pekan lalu. Tubuhnya dibalut jas kotak-kotak cokelat tua berpotongan mahal. Pranowo memang sedang punya hajatan khusus: menggelar sebuah jumpa pers dadakan. Di hadapan sekitar 15 wartawan Ibu Kota, Pak Sekjen menjelaskan solusi yang ditempuh MA dalam kasus rekaman telepon tawaran kolusi yang merebak sepanjang pekan lalu. Muhamad Anhar, pegawai Subdirektorat Umum Direktorat Perdata golongan II-B, sang tertuduh, diberhentikan dengan tidak hormat.

Hukuman ini-diputuskan melalui rapat staf-adalah tebusan yang harus dibayar Anhar untuk dosa menelepon pengacara Kamal Firdaus pada 1997. Dalam rekaman telepon itu, Anhar menawarkan bantuan mempercepat dan memenangi perkara dengan total imbalan Rp 70 juta (Rp 50 juta dari uang ini sedianya untuk biaya melobi hakim). Menurut Pranowo, Anhar sudah mengakui seluruh kesalahannya. "Untuk itu, ia harus dijatuhi hukuman paling berat, yaitu dipecat. Dan siapa pun yang melakukan perbuatan serupa akan ditindak selama ada bukti," ujarnya.

Luar biasa! Dalam waktu kurang dari sepekan, Sekjen MA dan stafnya menunjukkan prestasi yang layak dipuji: menemukan jalan keluar yang cepat, efisien, langsung ke akar kolusi. Cuma, ada satu soal lain: kesigapan serupa tidak tercermin dalam kasus lain yang juga melambungkan nama MA, dalam pekan yang sama, mengenai vonis palsu Kolonel Rudi Hendra Widjaja dari Makassar. Kasus ini melibatkan tiga nama hakim agung, yakni Sarwata, H.P. Panggabean, dan…

Keywords: -

---

Foto Terkait