Ali Alatas Diplomat Sepanjang Jalan
Edisi: 52/35 / Tanggal : 2007-02-25 / Halaman : 51 / Rubrik : MEM / Penulis : Prabandari, Purwani D., ,
SAYA dilahirkan di Jakarta pada 4 November 1932 sebagai anak ketiga dari enam bersaudara. Almarhum ayah saya, Abdullah S. Alatas, bekerja sebagai dosen bahasa dan sastra Arab di Universitas Indonesia. Di masa kecil, belum ada pada saya keinginan untuk menjadi diplomat. Saat di SMA pun, cita-cita saya menjadi ahli hukum, maka saya rajin membaca kitab-kitab ilmu hukum. Hemat saya, belajar hukum membuat kita terbiasa berpikir sistematis serta berani berargumentasi untuk mencari kebenaran.
Selepas sekolah menengah, saya meneruskan studi ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ketika itu 1950. Nah, di tahun yang sama, saya juga diterima di Akademi Dinas Luar Negeri. Dua tahun kemudian terbit aturan bahwa mahasiswa akademi tidak boleh merangkap belajar di tempat lain. Apa boleh buat, Fakultas Hukum saya lepaskan. Pikir saya, kelak bila sudah bekerja di Departemen Luar Negeri, pendidikan hukum dapat saya lanjutkan lagi.
Selain belajar, saya banyak mengisi waktu dengan membacaâkesukaan yang sudah saya lakoni sejak kecil. Bacaan ringan maupun berat sama-sama saya nikmati. Ayah juga amat mendukung. Suatu ketika, Ayah pulang membawa ribuan buku. Saya girang bukan main melihat bawaan Ayah.
Waktu itu sore hari. Ceritanya, dalam perjalanan pulang dari kantor, Ayah terkejut melihat banyak orang memasuki rumah-rumah yang ditinggalkan warga Belanda yang lari karena kemenangan Jepang atas Sekutu. Massa dengan sigap menjarah barang-barang, tapi sedikit pun tak menyentuh buku-buku yang berserakan. Akhirnya, Ayah membawa pulang buku-buku yang kebanyakan berbahasa Belanda. Kebetulan saya sedikit bisa berbahasa Belanda. Belakangan saya juga menguasai bahasa Inggris, sedikit Prancis, dan Jerman.
Penugasan Pertama
Karier saya di Departemen Luar Negeri berawal pada 1954 di Direktorat Ekonomi Antarnegara. Dua tahun kemudian saya mendapat penugasan pertama sebagai diplomat ke luar negeri di Kedutaan Besar RI di Bangkok. Mula-mula, saya menempati pos Sekretaris II, kemudian Sekretaris I (1956â1960). Di sana saya mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan: mengurus pemulangan para mantan romusha yang tersebar di Thailand.
Kebanyakan bekas romusha berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Ketika dibawa ke sana mereka masih muda, sekitar 18â20 tahun. Mereka dicomot begitu saja di pasar atau jalanan oleh tentara Jepang. Selama perang, mereka dipaksa bekerja, antara lain membangun jalan kereta api di Burma (Myanmar). Kontak dengan keluarganya di Jawa tak pernah terjadi. Ketika Jepang dikalahkan Sekutu, mereka ditinggal begitu saja.
Saat saya di Bangkok, mereka telah lebih dari 10 tahun tinggal di negeri itu, kebanyakan secara sembunyi-sembunyi. Banyak dari mereka yang sudah beristri dengan penduduk setempat dan beranak-pinak, namun mereka tetap memendam keinginan bertemu lagi dengan keluarga di Indonesia.
Kami memberi pilihan. Mereka yang ingin tinggal seterusnya di Thailand akan dibantu mendapatkan dokumen legal. Sedangkan yang mau bertemu keluarga, kami urus pemulangannya dengan kereta api dari Bangkok ke Singapura, dilanjutkan dengan kapal. Jumlahnya ternyata banyak. Sekali pemulangan bisa sekitar 80â100 orang.
Diplomasi Pasca tragedi G-30-S
Pada 1960, saya pulang dari Bangkok dan langsung menjadi Kepala Bagian Penerangan. Atasan saya adalah almarhum Pak Ganis Harsono. Ketika Pak Ganis menjadi Wakil Menteri Luar Negeri, saya menjadi Kepala Direktorat Penerangan sekaligus juru bicara. Menteri Luar Negeri RI saat itu dijabat oleh Subandrio.
Di bawah kepemimpinan Bung Karno, politik luar negeri kita bergeser ke kiri, walau tidak menjadi komunis.…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kisah Seputar Petisi 50
1994-02-05Memoar ali sadikin. ia bercerita panjang mengenai petisi 50 dan sisi-sisi kehidupannya
KIAI HAJI ALAWY MUHAMMAD: TAK MUDAH MELUPAKAN KASUS NIPAH
1994-05-28Kh alawy muhammad, 66, tokoh ulama yang menjadi mediator antara pemerintah dan rakyat ketika terjadi…
Anak Agung Made Djelantik: Dokter yang Giat Mengurusi Seni
1994-04-09Memoar anak agung made djelantik, perumus konsep dasar seni lukis bali. ia pernah menggelar festival…