Emas di Senayan, Loyang di Karawang

Edisi: 02/36 / Tanggal : 2007-03-11 / Halaman : 55 / Rubrik : INVT / Penulis : Parera, Philipus, Junaedy, Cahyo , Hidayat, Bagja


Faktanya, pabrik di Karawang jauh di bawah mutu yang dijanjikan. Penolakan Direksi PT Industri Sandang I sempat membuat alot proses ruilslag. Selama enam tahun proses tukar guling, direksi PT Industri Sandang I sampai berganti tiga kali.

Setelah Presiden Soeharto meminta proses tersebut segera dituntaskan, tukar guling itu akhirnya terjadi. Pada tahun 2000, Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan bahwa tukar guling ini merugikan negara Rp 121,63 miliar. Namun, kasus itu terus mengendap hingga kini.

PESAWAT dari Surabaya baru saja mendarat di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. Direktur Utama PT Industri Sandang I, M. Ismoedi, turun bersama Direktur Keuangan M. Maksum dan Direktur Litbang M. Imam Saleh. Mereka datang atas perintah Direktur Jenderal Pembinaan Badan Usaha Milik Negara Bacelius Ruru.

Belum sempat mereka keluar dari bandara, seorang teman mencegat. “Rapat dengan Bacelius cuma kedok. Anda akan dipaksa menandatangani akta ruilslag,” kata sang teman. Ismoedi dan kedua direkturnya kemudian memilih bertahan di bandara. “Kami nongkrong minum kopi, lalu kembali ke Surabaya,” ujar Maksum, yang kini berdiam di Yogyakarta.

Peristiwa itu terjadi awal Januari, 10 tahun silam. Itulah saat paling kritis dalam persoalan ruilslag atau tukar guling tanah yang ditempati pabrik PT Sandang di Jalan Patal (Pabrik Pemintalan) Senayan, Kebayoran Lama, Jakarta. Sudah enam tahun PT Graha Delta Citra milik Anthony Salim, putra konglomerat Liem Sioe Liong, mengincar tanah Patal seluas 17,8 hektare, tetapi direksi perusahaan tekstil milik negara itu enggan melepasnya. Mereka menilai Anthony menukar aset emas kawasan Senayan itu dengan loyang. Maklumlah, tanah pengganti itu ada di Telukjambe, Karawang, Jawa Barat, sekitar 80 kilometer di timur Jakarta.

Toh, tukar guling itu akhirnya terjadi juga.

Badan Pemeriksa Keuangan mencium aroma korupsi, kolusi, dan nepotisme yang merugikan negara Rp 121,63 miliar tujuh tahun silam, namun kasus ini seolah lenyap tertiup angin. Januari lalu, sekelompok mantan karyawan PT Sandang melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka berharap kasus ini kembali dibongkar.

***

Kasus ini berawal dari surat Tjokropranolo, Gubernur DKI Jakarta (1977–1982), kepada direksi PT Sandang pada Juni 1980. Sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta, kawasan Senayan harus bebas dari industri berpolutan. Gubernur memerintahkan PT Sandang mengungsikan pabriknya keluar wilayah Jakarta paling lambat 1995.

Saat itu PT Sandang sedang menghadapi masa-masa kritis keuangan. Kondisi baru mulai membaik pada akhir 1980-an. Menurut Direktur Utama PT Sandang, Sumedi Wignyosumarto (1987–1995), pada 1988 mereka bisa menangguk untung Rp 3 miliar, tetapi mereka masih punya beban menutup utang pada tahun-tahun sebelumnya.

Batas waktu yang diberikan Gubernur makin dekat, sementara relokasi membutuhkan dana besar.…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Muslihat Cukong di Ladang Cepu
2008-01-13

Megaproyek pengeboran di blok cepu menjanjikan fulus berlimpah. semua berlomba mengais rezeki dari lapangan minyak…

T
Terjerat Suap Massal Monsanto
2008-02-03

Peluang soleh solahuddin lolos dari kursi terdakwa kejaksaan agung kian tertutup. setumpuk bukti aliran suap…

H
Hijrah Bumi Angling Dharma
2008-01-13

Blok cepu membuat bojonegoro tak lagi sepi. dari bisnis remang-remang hingga hotel bintang lima.