Sri Soemantri Juru Kuci Konstitusi

Edisi: 11/37 / Tanggal : 2008-05-11 / Halaman : 55 / Rubrik : MEM / Penulis : Agustina, Widiarsi, ,


Soemantri muda datang dari pelosok Jawa Timur dan membuat sejarahnya sendiri, setengah abad lalu. Ia terlibat dalam perdebatan panas di Konstituante.

Kini, sebagai cendekiawan, bersama sejumlah kolega ia masih berusaha menata konstitusi agar bisa menjadi roh negeri berabad ke depan.

Kepada Widiarsi Agustina dari Tempo, ia menuturkan bagaimana bedanya pertikaian politik di era Konstituante dan pada masa reformasi sekarang. Sepanjang pembicaraan, tak sekali pun ia membuka catatan untuk mengingat tanggal dan nama. Ia jauh dari pikun. ”Resepnya tiga ber: berzikir, berpikir, dan bercinta,” katanya.

Senin, 22 April 2008. Pertemuan di Istana Merdeka itu berlangsung singkat. Bersama kawan-kawan saya dari Lembaga Kajian Konstitusi, saya bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kami menyerahkan hasil kajian soal perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang kelima.

Tanggapan Presiden sangat bagus. Presiden bahkan sempat menyampaikan unek-uneknya terhadap empat kali hasil amendemen konstitusi. Ternyata, dengan amendemen itu, posisi beliau sebagai Presiden seolah terbelenggu oleh legislatif. Ibarat disuruh berjalan tapi kaki dan tangannya terikat. Akibatnya, banyak program tak berjalan efektif.

Saya memahami keluhan Presiden. Hasil amendemen keempat membuat kebijakan politik yang dijalankan saat ini lebih mengarah ke sistem parlementer. Sebentar-sebentar interpelasi. Padahal kita menganut sistem presidensial.

Itu sebabnya kami merekomendasi-kan amendemen kelima konstitusi. Kami menilai, sejumlah pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil amendemen keempat ambigu dan mengakibatkan multiinterpretasi. Bahkan kekakuan struktur konstitusi menyebabkan ketidakseimbangan hubungan antarlembaga tinggi negara, terutama antara legislatif dan eksekutif.

Sebagai forum mantan anggota Komisi Konstitusi, kami sangat mengikuti perkembangan yang terjadi akibat proses amendemen yang dilakukan Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2002-2004. Komisi Konstitusi adalah lembaga yang dibentuk Majelis untuk mengkaji hasil amendemen keempat Undang-Undang Dasar 1945.

Waktu itu saya ditunjuk sebagai Ketua Komisi. Di dalamnya, antara lain, ada Albert Hasibuan, M. Isnaeni Ramadhan, Hasudungan Tampubolon, Hasyim Djalal, Krishna Harahap, dan Bun Yamin Ramto. Mereka profesor dari beragam ilmu, dan mengkaji hukum tata negara.

Tatkala tugas kami berakhir pada 2004, kami sudah menyampaikan ke pimpinan Majelis saat itu, Amien Rais, bahwa akan terjadi kekacauan hubungan antarlembaga tinggi negara jika hasil amendemen itu diterapkan. Namun suara kami tak didengar. Ketika saya memprotes, ada satu di antara…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kisah Seputar Petisi 50
1994-02-05

Memoar ali sadikin. ia bercerita panjang mengenai petisi 50 dan sisi-sisi kehidupannya

K
KIAI HAJI ALAWY MUHAMMAD: TAK MUDAH MELUPAKAN KASUS NIPAH
1994-05-28

Kh alawy muhammad, 66, tokoh ulama yang menjadi mediator antara pemerintah dan rakyat ketika terjadi…

A
Anak Agung Made Djelantik: Dokter yang Giat Mengurusi Seni
1994-04-09

Memoar anak agung made djelantik, perumus konsep dasar seni lukis bali. ia pernah menggelar festival…