Lambang Dalam Pusaran Mafia Purbakala
Edisi: 32/37 / Tanggal : 2008-10-05 / Halaman : 55 / Rubrik : INVT / Penulis : TIM INVESTIGASI, ,
Arkeolog Lambang Babar Purnomo tewas di selokan jalan lingkar luar utara Yogyakarta pada sebuah subuh Februari lalu. Kematian pria 56 tahun itu memantik banyak pertanyaan. Ketika itu, Lambang sedang getol membongkar jaringan pencurian benda-benda purbakala, mulai fosil situs Sangiran sampai koleksi Museum Radya Pustaka, Surakarta.
Tempo meniti ulang jalur yang ditempuh Lambang pada jam-jam terakhir kematiannya. Ditambah hasil visum, wawancara dengan para saksi, dan diskusi dengan ahli forensik, semuanya membuhulkan dugaan kuat: Lambang dibunuh. Para runnerâmakelar barang-barang kunoâditengarai berada di balik pembunuhan itu.
Subuh, 9 Februari 2008. Erni Permatasari bangun. Pembantu di rumah I Made Wibawa, Jalan Ring Road Utara Nomor 151, Yogyakarta, ini bersiap melakukan rutinitas pagi, menyiram bunga dan halaman. Ketika mendekat ke pintu gerbang, perempuan 22 tahun itu menangkap rintihan penuh kesakitan. âTolong, tolong, ya Tuhan, tolooong....â
Erni melongok ke jalan. Sepi. Jalan empat jalur itu masih gelap. Tapi seorang lelaki tampak melangkah bergegas. Bulu kuduk Erni seketika meremang. Ia menyangka lolongan itu hanya suara tipuan seorang perampok. Maklum, sepekan sebelumnya isi rumah sebelah habis digasak maling. Meski suara rintihan masih terdengar, Erni buru-buru masuk rumah untuk membangunkan Made. Si tuan juga ketakutan.
Dua jam kemudian, orang berkerumun di depan rumah sekaligus kantor agen perjalanan PT Dewata Lintas Nusantara itu. Polisi tampak sibuk. Beberapa orang mengangkat sepeda motor Honda Astrea 800 dari selokan. Juga seonggok tubuh lelaki separuh baya dengan darah membanjir dari balik helm cakil di kepalanya. Polisi memastikan si mati adalah Lambang Babar Purnomo.
Dia arkeolog Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah. Lambang adalah saksi ahli kasus hilangnya enam arca batu Museum Radya Pustaka milik Keraton Surakarta. Lambang, 56 tahun, membikin heboh ketika melansir temuan fosil gading berusia sejuta tahun di rumah pengusaha Hashim Djojohadikusumo. Ia menemukannya saat mengambil arca yang hilang, sebulan sebelum meninggal.
Lambang orang penting bagi Kepolisian Kota Besar Solo, Jawa Tengah, yang sedang mengusut kasus arca. Sebagai arkeolog senior, matanya tajam menyigi keaslian sebuah benda purba.
Benar ada banyak arkeolog di Balai Pelestarian. Tapi hanya dia yang gigih membongkar kasus itu. Dan rupanya Lambang menyimpan rahasia. Diam-diam, ia mengusut kasus lain yang lebih dahsyat: hilangnya 52 koleksi arca perunggu kuno senilai hampir Rp 1 triliun. Jika kasus ini terkuak, mafia transnasional perdagangan benda purbakala bisa terbongkar.
Kini, delapan bulan setelah kematiannya, polisi Sleman seolah tak bergerak. Mereka tak juga menyimpulkan apakah Lambang dibunuh atau sekadar sial jatuh dari sepeda motor. Padahal laporan visum jelas menyebutkan ia mati akibat kekerasan tumpul. Penelusuran Tempo menemukan ia diduga kuat mati dibunuh dengan cara dipuntir lehernya. âKematiannya sebuah pesan agar kami tak mengusut penjualan koleksi museum,â kata seorang penyidik benda purbakala.
l l l
Kamar mayat Rumah Sakit Umum Dokter Sardjito, Yogyakarta, banjir air mata Sabtu pagi itu. Sri Surayati Supangat, istri Lambang, terisak di samping jenazah. Empat anak mereka tertunduk di dekat pintu. Teman-teman dekat Lambang tercenung. Mereka tak menyangka orang yang bersama mereka semalam sudah tak bernyawa.
Lima jam sebelum meninggal, Lambang bercengkerama riang dengan para arkeolog di rumah Wahyu Indrasana di Piyungan, Bantul. Wahyu menggelar pesta perpisahan karena memasuki masa pensiun dari jabatan Kepala Benteng Vrederburg. Para kepala kantor purbakala dari Bali, Sumatera, dan Sulawesi datang ke rumahnya.
Menurut Wahyu, Lambang tiba pukul 00.30 dengan dandanan tak biasa: rambut klimis, kaus oranye bersalut jaket kulit, jins biru yang digulung, dan kacamata hitam. âIa segar sekali dini hari itu,â kata Wahyu, 55 tahun. Wahyu, Lambang, dan 12 peserta pesta ngobrol gayeng sampai bubar pukul 04.00.
Tak dinyana, itulah pagi terakhir Lambang. Dia bertemu dengan maut di Jalan Ring Road.
Tim forensik Sardjito memperkirakan dia meninggal pukul 04.30. Ini cocok dengan napak tilas Tempo. Dengan laju sepeda motor 50 kilometer per jam, Tempo sampai di…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Muslihat Cukong di Ladang Cepu
2008-01-13Megaproyek pengeboran di blok cepu menjanjikan fulus berlimpah. semua berlomba mengais rezeki dari lapangan minyak…
Terjerat Suap Massal Monsanto
2008-02-03Peluang soleh solahuddin lolos dari kursi terdakwa kejaksaan agung kian tertutup. setumpuk bukti aliran suap…
Hijrah Bumi Angling Dharma
2008-01-13Blok cepu membuat bojonegoro tak lagi sepi. dari bisnis remang-remang hingga hotel bintang lima.