Akal-akalan Biaya Admin Listrik

Edisi: 04/38 / Tanggal : 2009-03-22 / Halaman : 55 / Rubrik : INVT / Penulis : TIM Investigasi, ,


DUIT itu sungguh menggiurkan: Rp 42,5 miliar per bulan. Dalam setahun, duit itu mencapai lebih dari setengah triliun dan cukup untuk membeli empat turbin sekelas pembangkit listrik di Borang, Sumatera Selatan. Inilah ongkos tambahan yang dibayarkan sekitar 17 juta—dari total 40-an juta—pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang menggunakan jasa pembayaran secara online melalui bank.

Sepintas, ongkos ekstra itu tak jadi masalah. Sudah lazim bank memungut biaya atas setiap transaksi yang menggunakan fasilitas miliknya. Namanya: fee based income. Tapi bagi Nyonya Mustafa pungutan itu terasa seperti tipu-tipu. Ia tak pernah diberi tahu PLN soal biaya ekstra ini. PLN juga tak memisahkan kuitansi biaya tambahan itu dan struk setrumnya, yang per bulan rata-rata Rp 150 ribu.

Warga Ciledug, Tangerang, itu baru ngeh ada biaya ini setelah Tempo meminta ia memeriksa struknya. Di kuitansi tertulis: biaya admin Rp 1.500. ”Selama ini, saya hanya melihat total biaya yang harus dibayar,” ujar perempuan 50 tahun yang membayar di loket PLN di dekat rumahnya itu, Senin pertengahan bulan lalu.

Toh, banyak juga pelanggan PLN yang awas. Mereka menebar protes: ke koran dan majalah, ke yayasan perlindungan konsumen, atau berkeluh-kesah kepada anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat seperti di Magelang, Jawa Tengah.

Penelusuran Tempo menemukan, biaya daring (dalam jaringan)—bahasa Indonesia untuk kata online—itu telah melanggar banyak aturan. Advokasi Konsumen Listrik Indonesia bahkan punya tudingan gawat. ”Praktek ini diduga korupsi. Ada pemaksaan dan ada pihak yang diperkaya oleh praktek ini,” ujar Yunan Lubis, ahli hukum kelistrikan dan sekretaris jenderal lembaga swadaya masyarakat itu.

l l l

Perusahaan listrik pelat merah itu semula menamai sistem online ini PraQtis atau Pembayaran Tagihan Listrik Fleksibel dan Otomatis. Sistem yang mengubah pembayaran konvensional ini diluncurkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro pada peringatan Hari Listrik Nasional, 27 Oktober 2000.

Gagasan menerapkan PraQtis sebenarnya sudah muncul pada 1992, ketika PLN dipimpin Muhammad Zuhal. Idenya dari Azis Sabarto dan Supanca Siswamartana. Azis kala itu Wakil Direktur Tarif dan Niaga, sedangkan Supanca adalah Kepala Dinas Pelayanan Pelanggan PLN Pusat.

Cita-cita PraQtis sesungguhnya cukup mulia. Manajemen PLN menganggap cara konvensional rawan korupsi, ruwet, dan rentan dirampok pada saat uangnya dibawa dari loket ke bank. Dengan online, transaksi lebih praktis, mudah, dan aman. Sayangnya, kata Azis, gagasan itu butuh duit tak sedikit. Berapa? Ia enggan menyebut angkanya. ”Yang jelas, PLN tak mampu membiayai,” ujarnya.

Pucuk dicita, ulam tiba. Pada 1998, PT Sarana Yukti Bandhana menawarkan pembuatan sistem pembayaran listrik online. Gratis!

PT Sarana berdiri pada Desember 1989 dan dimuat dalam lembaran negara pada 1990. Mulanya, perusahaan ini memiliki modal dasar Rp 500 juta dan modal disetor Rp 100 juta. Akta tersebut kemudian diubah dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2003. Intinya, modal dasar dinaikkan menjadi Rp 7,8 miliar dan modal disetor Rp 1,95 miliar.

Di akta perusahaan ini, pemegang saham terbesarnya adalah PT Chitraputra Lokasemesta. Pada lembar pembetulan dalam berita negara tentang Chitraputra pada 1995 disebutkan bahwa komisaris utama perusahaan ini adalah Soebiakto Prawirasoebrata. Ia mantan Gubernur Lemhannas dengan pangkat terakhir letnan jenderal TNI. Ia meninggal pada 1997, sebelum PT Sarana berhubungan dengan PLN.

Menurut Azis, waktu itu sebenarnya ada beberapa perusahaan yang menawarkan sistem pembayaran online kepada PLN. Tapi mereka meminta imbalan Rp 2.000-3.000 per transaksi. ”Hanya PT Sarana yang tak meminta uang,” kata Azis. ”Sarana juga kebetulan memiliki pengalaman membangun jaringan pos.”

Deal. Pada 2 Oktober 1998, kontrak diteken, berlaku untuk jangka lima tahun. Draf final perjanjian itu mencantumkan penanda tangan dari pihak PLN adalah Eddie Widiono, kala itu Direktur Pemasaran dan Distribusi PLN Jakarta dan Tangerang. Sedangkan penanda tangan dari…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Muslihat Cukong di Ladang Cepu
2008-01-13

Megaproyek pengeboran di blok cepu menjanjikan fulus berlimpah. semua berlomba mengais rezeki dari lapangan minyak…

T
Terjerat Suap Massal Monsanto
2008-02-03

Peluang soleh solahuddin lolos dari kursi terdakwa kejaksaan agung kian tertutup. setumpuk bukti aliran suap…

H
Hijrah Bumi Angling Dharma
2008-01-13

Blok cepu membuat bojonegoro tak lagi sepi. dari bisnis remang-remang hingga hotel bintang lima.