Pantang Bermuka Dua di Depan Soeharto

Edisi: 43/38 / Tanggal : 2009-12-20 / Halaman : 68 / Rubrik : MEM / Penulis : Sita Planasari Aquadini, ,


Saya bertemu dengan Soeharto dalam Seminar Angkatan Darat II pada 1967. Pertama kali bertemu, saya menganggap dia sosok angker. Sopan, tapi tak mudah cair. Setelah pertemuan itu, saya dan teman-teman ekonom yang disebut ”Mafia Berkeley” diminta menjadi penasihat khusus Soeharto. Setelah itu, saya mulai melihat Soeharto dengan kacamata berbeda.

Sebagai staf pribadi, kami sering diajak memancing ke Pulau Monyet, di Kepulauan Seribu. Ketika hubungan makin cair, kami semua sudah seperti keluarga sendiri. Setiap kali pulang dari Yogyakarta, beliau pasti mengirim salak pondoh ke rumah kami.

Saya mungkin menjadi orang pertama yang berani menegur Pak Harto. Waktu itu ada orang ingin menjual beras tiruan dari singkong. Namanya beras tekat. Pada masa awal Orde Baru, Indonesia memang tengah menghadapi krisis beras akibat kemarau panjang. Saat orang itu menghadap, kami dikumpulkan juga.

Setelah mendengar pemaparan dia, saya merasa orang itu tak benar. Orang ini hanya ingin menjual perkakasnya. Langsung saya bilang ke Pak Harto bahwa ini tak benar. Memang, setelah itu masalah beras tekat tak lagi terdengar. Namun…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kisah Seputar Petisi 50
1994-02-05

Memoar ali sadikin. ia bercerita panjang mengenai petisi 50 dan sisi-sisi kehidupannya

K
KIAI HAJI ALAWY MUHAMMAD: TAK MUDAH MELUPAKAN KASUS NIPAH
1994-05-28

Kh alawy muhammad, 66, tokoh ulama yang menjadi mediator antara pemerintah dan rakyat ketika terjadi…

A
Anak Agung Made Djelantik: Dokter yang Giat Mengurusi Seni
1994-04-09

Memoar anak agung made djelantik, perumus konsep dasar seni lukis bali. ia pernah menggelar festival…