Tradisi Brutal Di Akademi Perwira
Edisi: 31/40 / Tanggal : 2011-10-09 / Halaman : 62 / Rubrik : INVT / Penulis : TIM INVESTIGASI, ,
SAKIT yang dialami Febya Achmad Rizky sudah jauh berkurang meski paha kiri dan lututnya kadang masih bergetar. Leher dan kepalanya pun nyeri sesekali. "Kata dokter, ada trauma di bagian otak," kata bekas taruna Akademi Kepolisian itu saat ditemui awal September lalu.
Febya sudah sakit tujuh bulan. Februari lalu, ia menjadi korban kekerasan seniornya di Akademi Kepolisian, Semarang. Bolak-balik masuk rumah sakit, Mei lalu ia didiagnosis oleh dokter menderita sindrom ganglia basalis. "Akibatnya, fungsi pengendali motoriknya terganggu," kata Andreas Harry, dokter saraf yang kini menangani ÂFebya.
Kasus kekerasan ini tersibak setelah Akademi Kepolisian mengeluarkan sebelas taruna sekitar Juli lalu. Satu taruna di antaranya dipecat karena tidak bisa berenang. Enam taruna dipecat tidak hormat karena melanggar disiplin: pergi ke panti pijat. Dua taruna lainnyaâFebya dan Dhimas Prabowo Sulistyoâdiberhentikan karena kondisi tubuhnya tidak memungkinkan untuk melanjutkan pendidikan. Padahal sakit yang diderita akibat penganiayaan.
Pemecatan itu menyedot perhatian Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia Komisaris Jenderal Nanan Soekarna. Pertengahan Agustus lalu, jenderal bintang tiga ini pergi ke Semarang. Kepada Gubernur Akademi Kepolisian Inspektur Jenderal Amin Saleh, ia mempertanyakan akar persoalan pemecatanâtermasuk sinyalemen kekerasan yang membuat Febya dan Dhimas sakit berkepanjangan.
Meski Nanan cuma ingin meluruskan persoalan, pertemuan yang dihadiri sekitar 40 pendidik dan pengasuhâterdiri atas perwira berpangkat ajun komisaris hingga komisaris besarâitu berlangsung tegang. Di ruang rapat Gedung Manunggal, Akademi Kepolisian, Amin berkukuh tidak akan menganulir keputusan pemecatan. Akhirnya disepakati bahwa orang tua yang merasa keberatan anaknya dikeluarkan dipersilakan mengajukan gugatan ke pengadilan.
Agustus lalu, beberapa orang tua yang anaknya dipecat karena pelanggaran disiplin menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang. Mereka memprotes pemecatan itu meski anak-anak mereka sudah dihukum. Saat persidangan digelar Selasa dua pekan lalu, kuasa hukum penggugat menyodorkan bukti praktek kekerasan yang dialami lima taruna tersebut. Rabu pekan lalu, gugatan mereka ditolak pengadilan.
Akademi Kepolisian beruntung. Febya dan Dhimas tidak ikut membawa kasus mereka ke meja hijau. "Kalau mereka yang menggugat, habislah kami," kata sumber Tempo di kepolisian. Soalnya, bukti kekerasan terhadap kedua taruna angkatan 45 ini terbilang telak.
l l l
PRAKTEK kekerasan itu tergambar jelas dari hasil pemeriksaan dan keterangan sejumlah saksi atas kekerasan yang dilakukan Brigadir Satu Taruna Edi Saputro. Berdasarkan dokumen yang salinannya diperoleh Tempo itu, terkuak bahwa Februari lalu Febya ditendang oleh Edi menggunakan sepatu dinas lapangan. "Saya ditendang di bagian perut, persis mengenai ulu hati," kata Febya mengenang peristiwa itu. Saat kontak fisik terjadi, punggung dan bagian belakang kepalanya membentur tembok.
Peristiwa itu terjadi di selasar lantai dua asrama Blok H-2, Graha Taruna Wiratama Muda, sekitar pukul sebelas malam.…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Muslihat Cukong di Ladang Cepu
2008-01-13Megaproyek pengeboran di blok cepu menjanjikan fulus berlimpah. semua berlomba mengais rezeki dari lapangan minyak…
Terjerat Suap Massal Monsanto
2008-02-03Peluang soleh solahuddin lolos dari kursi terdakwa kejaksaan agung kian tertutup. setumpuk bukti aliran suap…
Hijrah Bumi Angling Dharma
2008-01-13Blok cepu membuat bojonegoro tak lagi sepi. dari bisnis remang-remang hingga hotel bintang lima.