Saya Ini Jualan Suara, Tak Terpengaruh BBM

Edisi: 20/45 / Tanggal : 2016-07-17 / Halaman : 46 / Rubrik : MEM / Penulis : Kukuh S. Wibowo, ,


DI usia senjanya, Kartolo belum surut dari panggung kesenian ludruk, meski tak sesibuk dulu ketika berada di puncak kejayaannya pada 1980-an. Ia masih kerap diminta menghibur dalam acara resmi pemerintah dan hajatan.

Hingga pertengahan tahun lalu, sepekan sekali, ia masih aktif mengisi acara hiburan berdurasi satu jam berjudul Goro-goro Kartolo di stasiun televisi lokal Surabaya, JTV. Meski rekaman sudah disetop, acara itu masih ditayangkan ulang di JTV setiap Sabtu malam.

Kartolo mengatakan tarifnya sekali manggung Rp 8-10 juta untuk tiga orang. "Saya ini jualan suara, tidak terpengaruh BBM. Tolong kisah saya ini jangan dimasukkan rubrik kriminal," katanya berseloroh saat ditemui Tempo di rumahnya yang luas di Jalan Kupang Jaya, Surabaya, awal Juni lalu.

Siang itu, mengenakan kaus hitam, celana abu-abu, dan songkok, Kartolo bercerita dengan lancar tentang perjalanan hidupnya, yang masih terekam dengan baik di ingatannya. Wajahnya seperti tak berubah dari dulu, tetap awet muda dengan brengos (kumis) yang juga masih tebal.

Humor segar seakan-akan tak pernah kering sepanjang wawancara. Namun, menurut putri sulungnya, Gristianingsih, bila sedang di rumah, Kartolo lebih banyak serius ketimbang santai. "Bapakku kalau di rumah serius banget, hanya sesekali bercanda kalau lagi bersama cucu-cucunya," ujarnya.

Rumahnya ramai oleh celoteh kelima cucunya, yang masih berusia di bawah tujuh tahun, yang bermain bersama teman-temannya di teras. Terkadang diselingi teriakan keras dan tangis. Meski mereka masih bocah, Kartolo sudah memikirkan masa depan para cucunya. "Saya ingin membelikan mereka rumah satu per satu walau hanya perumahan. Kalau perlu rumah ini saya jual buat mereka," kata Kartolo.

Di panggung, Kartolo menggunakan bahasa Jawa Suroboyoan-Malang yang kasar. Penggemarnya sudah terbiasa dengan ungkapan-ungkapan Kartolo seperti kleleken timbo (tertelan timba) dan cangkeme legrek (mulutnya rusak).

Pada 30 Mei lalu, Kartolo menerima penghargaan Sapta Wikrama dari Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) Nahdlatul Ulama Surabaya. Menurut Lesbumi, Kartolo dinilai berhasil merevitalisasi ludruk gaya Suroboyoan yang sarat pesan moral untuk membangun peradaban yang mulia. Penghargaan serupa tahun ini diberikan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kisah Seputar Petisi 50
1994-02-05

Memoar ali sadikin. ia bercerita panjang mengenai petisi 50 dan sisi-sisi kehidupannya

K
KIAI HAJI ALAWY MUHAMMAD: TAK MUDAH MELUPAKAN KASUS NIPAH
1994-05-28

Kh alawy muhammad, 66, tokoh ulama yang menjadi mediator antara pemerintah dan rakyat ketika terjadi…

A
Anak Agung Made Djelantik: Dokter yang Giat Mengurusi Seni
1994-04-09

Memoar anak agung made djelantik, perumus konsep dasar seni lukis bali. ia pernah menggelar festival…