KENANG, KENANGLAH RUNTUHNYA SYAH ...

Edisi: 50/18 / Tanggal : 1989-02-11 / Halaman : 51 / Rubrik : NB / Penulis :


Sepuluh tahun sudah berlalu, sejak Revolusi Iran, yang dipimpin oleh mullah renta Khomeini, menyikat bersih Syah Iran Riza Pahlevi (1919-1979) dari keratonnya. Raja yangmerasa dirinya penerus kekaisaran Cyrus itu sempat bertakhta di gunung kemewahan, dikepung para pejabat penjilat yang korup, sementara rakyatnya sengsara. Buku yang ditulis oleh pengarang terkenal ini menceritakan hari-hari terakhir Syah. Mulai saat ia diusir, dilarang masuk Amerika, mengungsi ke Bahama, sampai meninggalnya diMesir. Berikut inibeberapa petikan yang menarik.

WILLIAM SHAWCROSS. THE SHAH'SLAST RIDE: THE FATE OFANALLY. PENERBIT: SIMON AND SHUSTER, 1988, 463 HLM.
BANDARA Mehrabad Teheran, 16 Januari 1979. Angin dingin yang menusuk bertiup keras ketika dua pesawat Boeing 707 diparkir berdekatan dengan tenda kerajaan yang dilapisi permadani tebal. Dari panggung itulah biasanya, pada hari-hari bahagia dan aman, Syah Iran menyambut atau mengucapkan selamat jalan kepada tamu kenegaraannya. Kedua pesawat itu sedang dipersiapkan untuk terbang. Syah akan segera pergi.

Tak ada kegiatan lain di bandara itu. Deretan pesawat Iran Air yang sering mendapat julukan "maskapai penerbangan kaviar" sudah beberapa pekan terakhir ini menganggur. Hampir semua buruhnya mogok. Juga dalam beberapa bulan terakhir ini, pada saat Revolusi Islam menunjukkan keperkasaannya, seluruh kegiatan negara sudah hampir lumpuh lantaran pemogokan. Dan mereka makin dekat saja ke sasaran utama: Syah sendiri.

Keadaan di Teheran pun makin tak menentu. Aliran listrik makin kerap terputus. Minyak bumi, nyawa perekonomian, modernisasi, dan pembngunan militer, sudah beberapa pekan ini tak muncrat lagi dari dalam tanah. Malah untuk pemanasan, Iran harus mengimpor minyak. Usaha sedang dicoba untuk mengalirkan kembali minyak dengan mengerahkan tentara buat bekerja di ladang-ladang minyak.

Dalam pada itu, di bawah salju yang turun tebal, mereka, golongan tak berada, antre untuk membeli minyak tanah. Para pengendara juga harus antre berjam-jam untuk mendapatkan bensin. Polisi, yang terpaksa diturunkan untuk menjaga pompa-pompa bensin dan untuk mencegah keributan, sering menembak ke atas sebagai peringatan. Tentara, polisi, pengendara, dan pelayan pompa semuanya memaki dingin udara, salju, dan juga: Syah.

Di kejauhan tampak asap hitam-kelabu sampah dan ban-ban bekas yang dibakari oleh kelompok-kelompok pemuda yang berkeliling kota. Mereka menyetop mobil-mobil mewah: Mercedes dan BMW, serta menyedot bensinnya. Para pengendaranya tak berani memprotes, apalagi kalau mereka itu orang asing. Orang Amerika khususnya mesti hati-hati karena kalau melawan mereka bisa dipukuli.

Alat paling cocok supaya selamat dari segala gangguan adalah dengan menempelkan gambar Ayatullah Khomeini di kaca mobil. Atau, sebagai jaminan keselamatan yang paling ampuh, adalah dengan memutar kaset pidato-pidato Khomeini yang diucapkannya dari pengungsiannya di Paris yang isinya memaki-maki Syah dan mengompori rakyat untuk menjatuhkan rezimna.

Hari itu lebih tenang dari hari-hari sebelumnya, walaupun itu ketenangan yang diwarnai ketegangan yang juga memberi tanda bahwa suatu perubahan mendasar akan terjadi. Syah telah mengumumkan bahwa ia akan meninggalkan Iran untuk berlibur sambil berobat. Hanya saja hari kepergiannya yang pasti tak ada yang tahu.

Sebagaimana umumnya situasi krisis dalam amukan revolusi, tak ada berita resmi. Tak ada yang tahu dengan jelas siapa yang berkuasa, siapa menendang siapa, dan siapa yang akan muncul sebagai pemimpin pada akhirnya. Seluruh penduduk negeri dengan tekun mendengarkan siaran bahasa Persia radio BBC, yang dipancarkan dari London. Berita-berita itu kebanyakan melaporkan kegiatan sang ayatullah di Paris.

Kabar angin, desas-desus, kebohongan, dan kecurigaan makin menegangkan suasana. Menurut sebuah laporan, berita keberangkatan Syah cuma sebuah berita bohong untuk menyelimuti maksud lain, yakni: tentara akan merebut kekuasaan. Menurut logika, kalau Syah pergi, maka semua jenderal, admiral, marsekal, dan juga polisi rahasia Savak, yang paling dibenci dan ditakuti, akan kehilangan segala-galanya. Jadi, mereka takkan membiarkan bahkan takkan mengizinkan Syah pergi.

Ada juga yang mengatakan, Syah hanya akan pergi untuk beberapa hari, dan kemudian CIA akan mengatur ia kembali, sambil melancarkan kontra-kup, seperti yang terjadi pada 1953. Ada lagi yang mengatakan tidak mungkin, lantaran kali ini justru Amerika dan Inggris yang mencampakkannya ke luar negeri. Kalau Inggris tidak mendeking Khomeini, mengapa pula BBC begitu gencar melaporkan segala gerak-gerik imam itu di Paris? Setiap orang jadi teringat pepatah kuno yang mengatakan, "Kalau kita angkat janggut seorang mullah, tulisan 'Buatan Inggris' akan terbaca di dagunya."

Syah pribadi telah berusaha keras, dan gagal, membujuk Pemerintah Inggris untuk membatasi pemberitaan-pemberitaan BBC. Ia menganggap sikap Pemerintah Inggris itu sebagai suatu pengkhianatan. Kedudukan Amerika, konon, lebih kompleks. Kalau saja mereka menginginkan Syah duduk terus di takhtanya, pasti mereka akan menyuruh tentara bergerak menindas revolusi, bukannya hanya berpangku tangan. Tapi, malah Presiden Carter telah mengutus salah seorang jenderal senior untuk memastikan agar tentara tak berbuat apa-apa.

Dari istana Syah yang terletak di bagian utara Teheran, Ratu Farah Diba telah mengirimkan sekapal penuh pakaian dan perhiasan ke Amerika. Itu merupakan masa-masa yang aneh bagi para pegawai pabean Eropa Barat dan Amerika. Bagaimana mereka dapat menaksir nilai barang-barang impor yang terdiri atas karpet kelas satu, lukisan, permata, barang pecah-belah yang gemerlapan. Bank-bank Teheran dibanjiri dengan permohonan untuk mentransfer uang yang berjumlah ratusan juta dolar bahkan puluhan milyar dolar kenomor-nomor rekening di Swis, Paris, London, bahkan ke Cayman Islands.

Masa-masa itu juga bermunculan catatan-catatan harian yang dibuka kepada umum. Di London, Parviz Radji -- bekas duta besar Syah -- mengobral rahasia-rahasia hubungan asmaranya dengan Putri Ashraf adik Syah yang konon petualangan seksnya setaraf dengan Madame Pompadour. Ia menceritakan sas-sus, yang ternyata palsu, bahwa Syah sering datang berkunjung ke rumah seorang sahabat dekatnya yang mengisap candu.

Dalam salah satu ceritanya, Radji pernah mengatakan ia sempat berpikir untuk kembali ke Iran dan menyelamatkan Syah.

Tapi teman-teman dekat melarangnya pergi. Lelucon yang paling populer di Teheran belakangan ini -- tulis Radji adalah tentang seekor serigala yang lari tergopoh-gopoh ke luar kota. Seseorang yang melihatnya menanyakan mengapa ia demikian tergesa. Serigala itu menjawab, "Di kota itu orang membunuhi serigala yang memiliki tiga biji." "Jadi, kau lari ketakutan lantaran punya tiga biji, bukan?" tanya orang itu lagi. "Jelas tidak," kata sang serigala. "Tapi mereka menembak dahulu setiap melihat serigala dan baru kemudian memeriksa kalau bijinya tiga."

Buat meredakan keberangan rakyat, Syah telah menahan beberapa orang pejabat senior, termasuk seorang bekas perdana menteri dan seorang bekas kepala Savak polisi rahasia zaman Syah yang paling ditakuti. Dasar penahanan itu adalah tindak korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan. Tapi upaya yang sangat terlambat itu malah hanya menambah musuh sendiri, lantaran banyak yang merasa itu sebagai pengkhianatan Syah terhadap orang yang pernah berada di bawah perintahnya.

Pada bulan-bulan terakhir 1978, hampir seluruh penggede atau elite sudah berangkat ke luar negeri untuk menyelamatkan diri berikut hartanya. Di antara menteri-menteri Syah Iran yang terkaya, salah satunya adalah Hushang Anshari. Ia mendapat keleluasaan untuk pergi ke Amerika, dengan dalih mengadakan konsultasi dengan Henry Kissinger. Dari bandara ia menelepon hampir semua kenalannya…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
KOBARAN API REVOLUSI PRANCIS
1989-07-15

Nukilan buku "citizens: a chronicle of the french revolution" karya simonschama. diterbitkan oleh alfred a.…

B
BENAZIR BHUTTO MENUTURKAN ...
1989-01-14

Nukilan buku "daughter of the east" karya benazir bhutto. london: hamish hamilton, 1988. benazir menuturkan…

K
KENANG, KENANGLAH RUNTUHNYA SYAH ...
1989-02-11

Nukilan buku 'the shah's last ride: the fate of an ally" menceritakan hari-hari terakhir syah…