LONCENG PERINGATAN BUAT YAHUDI

Edisi: 24/19 / Tanggal : 1989-08-12 / Halaman : 51 / Rubrik : NB / Penulis :


INILAH JERITAN PANJANG TENTANG KEMARAHAN, PERINGATAN, DAN AJAKAN DARI SEORANG PENYAIR PALESTINA UNTUK ORANG YAHUDI, YANG LEBIH TERASA SEBAGAI LONCENG PERINGATAN, SEBELUM SEGALANYA TERLAMBAT. KARENA SIA-SIA SAJA MEMBIARKAN PENTUNGAN, BEDIL, ALAT-ALAT PENYIKSA BERBICARA, DAN DARAH MENGALIR. KAMI, ORANG PALESTINA, TAK AKAN MENYERAH, APA PUN YANG TERJADI.

TERBIT DI PARIS PADA MEDIO TAHUN LALU, BUKU YANG DINUKILKAN INI, LETTRE A UN AMI JUIF (SURAT KEPADA SEORANG KAWAN YAHUDI), MENARIK MINAT INTERNASIONAL. IBRAHIM SOUSSE PENYAIR DAN PIANIS YANG DIAKUI INTERNASIONAL, PENULIS BUKU YANG MERUPAKAN UNGKAPAN DARI MASYARAKAT TERLUKA INI - ADALAH ANGGOTA ORGANISASI PEMBEBASAN PALESTINA (PLO). IA MENULISKAN KARYA-KARYANYA DALAM BAHASA PRANCIS, DAN, KONON, KARYA-KARYA ITU IKUT BERJUANG MENEGAKKAN NEGARA PALESTINA DENGAN TAK KURANG AMPUHNYA DIBANDINGKAN DENGAN SENAPAN DAN BATU-BATU Dl JALUR GAZA DAN TEPI BARAT. NUKILAN INI DIKERJAKAN OLEH KORESPONDEN TEMPO DI KAIRO, DJAFAR BUSHIRI

KAWAN, aku tersiksa. Tak seperti biasanya, suaramu kini tak lagi mampu mengusik kesepian. Aku benar-benar menderita. Tapi aku tak ingin terlalu memanjakan perasaan menghadapi kenyataan ini. Seperti biasanya, aku ingin berterus terang, hal yang menjadi ciri kehangatan hubungan kita.

Kawan, bila bocah-bocah Palestina yang tak berdosa itu harus selalu berjatuhan dikoyak butir peluru keganasan orang Israel, ketidakacuhanmu sungguh merupakan pukulan terhadap diriku. Berondongan peluru kaummu itu begitu menyakitkan.

Barangkali aku belum terbiasa menanggung kegetiran semacam itu, meski bertahun-tahun sudah penderitaan itu kualami. Hari ini aku berhasil menghimpun keberanian dalam diriku untuk mengungkapkan serapah dan unek-unekku yang bertebaran, untuk disampaikan kepadamu, sebelum angan-anganku itu tenggelam dalam sepi.

Aku yakin, mengungkapkan kesedihan yang mencekam orang Arab Palestina, orang-orang yang harus berlari dari kamp ke kamp, adalah sesuatu yang penting. Setiap saat bangsa Yahudi, yang gelisah dan rancu, terpaksa berhadapan dengan mereka. Kadang-kadang mereka mencoba menghindar karena bosan, dan mereka mau lari dari kenyataan ini.

Kisah itu terjadi 40 tahun yang silam. Bahkan mungkin sejak seabad lalu, ketika Theodore Hertzel memutuskan berdirinya negara Yahudi di bumi Palestina, negeri orang-orang Arab.

Aku tahu, kamu sangat menolak perjuangan dengan kekerasan. Kamu sangat membenci cara-cara mereka membubarkan pemuda Palestina yang unjuk rasa. Yakni dengan senjata.Tapi kamu pun menuntut agar kedua belah pihak menghentikan tindakan yang kasar itu. Kamu meletakkan tanggung jawab di pundak anak-anak Palestina yang melemparkan batu dengan ketapel ke arah serdadu-serdadu bersenjata lengkap itu.

Kawan, kata "tapi"-mu itu acapkali diartikan kelewat batas, lebih sering digunakan dengan juntrungan yang tak jelas. Kata itu bahkan menjadi begitu berbahaya, menghapus batas semantik antara algojo dan mangsanya.

Sobat, saya yakin ingatanmu belum pudar, bahwa kita pernah saling mengisyaratkan kesepakatan bahwa jalan damai Arab-Israel tak ada lain kecuali mereka tinggal bersama di bumi Palestina, cepat atau lambat, sekalipun harus melalui berbagai rintangan. Sementara itu, kita terus berjalan sendiri-sendiri. Karena itu, hendaknya dialog kita tak mesti terhenti.

Kuharap kamu bisa mengerti bila surat terbuka ini akan berakhir tanpa titik. Belum semua gagasan dirampungkan dalam risalah yang terpotong-potong dan masih kurang ini, sampai saat kamu memahami bahwa hidup damai harus ditebus dengan menepikan lingkaran-lingkaran yang membingungkan ....

Saya ingin lebih berterus terang. Anak-anak Israel hendaknya mampu melenyapkan "ego massal" masyarakat Yahudi untuk masa yang akan datang, tuntas hingga ke akar. Bila ternyata mereka tak banyak berbuat, luruskanlah sejak dini. Maksudku, membimbing mereka dengan tindakan serta disiplin keras. Dan ini harus dilakukan secepatnya, sebelum terlambat.

Sebab, goresan luka dalam diri orang Palestina sungguh kian menganga dari waktu ke waktu. Luka itu terasa semakin sulit diperban. Karena itu, aku ingin Anda bergerak cepat, jangan menulikan diri, apalagi tutup mulut. Kamu pasti masih ingat derita pedih yang menimpa ayahmu dahulu. Tak perlu kauragukan lagi, Kawan. Juga tak usah engkau kira aku sedang bermimpi . . .

Kamu pun trenyuh menyaksikan serdadu Israel menghujanitembakan langsung ke punggungpunggung orang Arab. Katamu, itu karena mereka merasa terancam. Tapi, Kawan, bukankah sulit kalau kebahagiaan harus senantiasa bersarang di ujung senapan?

Banyak alasan mengapa surat ini aku tulis sekarang, setelah kita begitu lama berpisah. Sedih dan derita datang silih berganti, menindih dan mencekam, memiuh kehidupan kita berdua. Aku sedikit ragu, apakah engkau masih seperti dulu.

Maksudku, apakah tak terbalik teori ancaman itu. Bagaimana mungkin Israel perlu merasa terancam, sedangkan ia memiliki perangkat peralatan senjata modern yang paling komplet di kawasan ini? Tak satu pun negara Arab dapat menandinginya. Dan bukankah Israel anggota Persatuan Kekuatan Nuklir Dunia yang bergengsi itu? Juga jangan dilupakan bom nuklir yang terukir dengan bintang Daud di Sahara, di Najef yang tersohor itu. Kemudian alasan antisemit. Yang kusebut terakhir ini pun bisa menjadi slogan yang melicinkan jalan teroris Israel untuk menyusup ke pedalaman, mengobrak-abrik kamp-kamp Arab yang papa di desa-desa terpencil.

Kamu pun mestinya merasa hina menyaksikan semua yang diperbuat oleh Israel. Kuharap kamu tak menutup telinga dari jeritan batinmu: tentang orang Palestina yang hidup matinya terluka bagai nasib korban Nazi di kamp-kamp konsentrasi. Apakah memang begitu bila ego jadi liar tanpa kendali?

Butuh Dialog

Aku mengerti bila hari itu engkau tunjukkan tato dengan gambar lambang di lenganmu. Kamu ingin menunjukkan suratan nasib yang pesimistis yang tersirat dari tato itu. Bukankah beralasan bila kunilai kamu agak ragu dalam perjuangan yang melibatkan kita berdua? Kamu seperti ingin menunda dan menyembunyikan persoalan yang sebenarnya.

Tapi itulah, Kawan, Israel telah mengambil segalanya. Dari rumah teman, ilmu, paspc sampai kuburan k kekku. Dan kini kuserahkan kedua tanganku kepadamu dengan rela, karena dalam diriku masih tersimpan dua hal yang aku pertahankan diriku dan kebesaran hatiku. Itulah milikku yang tak akan membuat Israel penasaran, dan berminat untuk menculiknya.

Bila aku diberi kesempatan berdialog, ingin rasanya melontarkan usul jalan keluar. Tapi bila engkau ingin memetik tangkai pohon Zaitun, dan setuju berbicara, aku pun setuju membuka dialog. Kita kembalikan lagi percakapan lama yang terputus ketika kamu tak lagi mau…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
KOBARAN API REVOLUSI PRANCIS
1989-07-15

Nukilan buku "citizens: a chronicle of the french revolution" karya simonschama. diterbitkan oleh alfred a.…

B
BENAZIR BHUTTO MENUTURKAN ...
1989-01-14

Nukilan buku "daughter of the east" karya benazir bhutto. london: hamish hamilton, 1988. benazir menuturkan…

K
KENANG, KENANGLAH RUNTUHNYA SYAH ...
1989-02-11

Nukilan buku 'the shah's last ride: the fate of an ally" menceritakan hari-hari terakhir syah…