MEREKA YANG TERBAIK

Edisi: 28/19 / Tanggal : 1989-09-09 / Halaman : I / Rubrik : SUP / Penulis :


SEA Games XV di Kuala Lumpur berakhir. Indonesia masih menjadi juara umum. Nurul Huda Abdullah dan Eric Buhain terpilih sebagai atlet terbaik.

Api di koldron Stadion Merdeka tampak semakin redup. Dalam sekejap api yang terbakar di lobang poros piring tembaga itu pun kemudian padam. Lagu Auld Lang Syne berkumandang sayup-sayup. Tamat sudah pesta olahraga terbesar di Asia Tenggara yang berlangsung sejak Minggu, 20 Agustus 1989 dan berakhir 31 Agustus 1989 lalu.

Peluh belum lagi mengering. Nafas pun masih tersengal-sengal. Dan rasa penat masih menggayut. Toh sekitar 2.300 atlet telah menyelesaikan tugas mereka membela kehormatan bangsa dan negara. Dan perburuan 302 medali emas sudah selesai. Selamat tinggal Kuala Lumpur dan sampai jumpa di Manila pada tahun 1991. Ibukota negeri Mabuhay ini memang bakal menjadi tuan rumah di SEA Games XVI 1991 mendatang.

Dari 9 negara peserta di SEA Games XV, Indonesia lagi-lagi menjadi pengumpul medali terbanyak. Kontingen yang dipimpin oleh Chef de Mission Soeweno itu menjadi juara umum dengan memboyong 102 emas. Sementara Malaysia membuntuti dengan menyabet 66 emas, mendepak Thailand yang cuma mendapat 62 emas. Semangat persaudaraan Asia Tenggara pun tampak. Tak ada negara yang tak kebagian medali. Laos yang semula nyaris tak kebagian medali, akhimya toh mengantongi 1 perak. Pesta olahraga itu memang berakhir dengan sukses. Dari sisi prestasi pun lumayan dengan dipecahkannya 24 rekor SEA Games.

Dalam setiap pesta selalu ada primadona. Kali ini yang menjadi ratu SEA Games XV adalah Nurul Huda Abdullah. Perenang andalan Malaysia ini menjadi bintang di rumahnya sendiri. Cewek mungil berusia 17 tahun itu memborong 8 medali emas dan 2 perak dari gelanggang kolam renang Cheras, Kuala Lumpur. Itulah medali emas terbanyak yang diborong seorang atlet selama SE Games XV berlangsung. Pesenam cilik Malaysia Faiznur Miskin juga tak mau kalah dalam soal borong-memborong. Ia menyabet 5 emas dari senam ritmik. Perenang Singapura David Lim termasuk pula atlet yang handal dalam memborong emas. Ia menyikat 6 emas.

Tak pelak lagi Nurul menjadi atlet putri terbaik pilihan wartawan-wartawan yang mewakili 9 negara peserta. Sedangkan di kelompok putra, Eric Buhain mendapat predikat atlet terbaik. Perenang Filipina berusia 19 tahun itu menyabet 3 emas, 2 perak dan 1 perunggu. Dua atlet tadi selain dianugerahi penghargaan juga masing-masing mendapat hadiah duit sebesar US$ 5.000 dari sponsor Coca Cola.

Namun tak berarti tak ada atlet Indonesia yang berprestasi spektakuler. Malah karena terlalu banyak yang menonjol maka sulit untuk mencari atlet yang mencuat prestasinya. Seperti Mardi Lestari yang memenangkan nomor lari cepat 100 meter dan 200 meter. Atau Eduardus Nabunome yang merajai nomor lari jarak 5.000 m dan 10.000 m. Begitu juga Lilies Handayani yang mendapat 2 emas dari nomor perseorangan dan beregu panahan putri. Di cabang judo ada Perry Pantouw yang menggaet 2 emas dari kelas berat dan kelas bebas. Lalu Susi Susanti yang menggondol 2 emas di bulutangkis beregu putri dan tunggal putri. Dan masih banyak lagi.

Olahraga memang tidak lagi sekadar kegiatan fisik untuk kesegaran jasmani. Juga bukan untuk mengisi waktu luang semata. Kini, olahraga sudah menjadi ajang untuk menunjukkan gengsi bangsa dan negara. Semangat inilah yang yang merasuki tuan rumah Malaysia. Semua maklum bahwa tuan rumah selalu ingin diuntungkan. Dan itu wajar saja. Lihat bagaimana upaya Korea Selatan ketika menjadi penyelenggara Olimpiade Seoul 1988 lalu.

Begitu pula Malaysia tentu ingin menunjukkan bahwa merekalah yang terhebat. Namun untuk menjadi yang terhebat itu, Malaysia rupanya dianggap melewati batasbatas sportivitas. Bayangkan, dalam beberapa cabang di nomor-nomor final yang melibatkan atlet Malaysia, malah wasit tuan rumah yang memimpin pertandingan. Akibatnya tak terelakkan bahwa di sejumlah cabang olahraga terjadi kericuhan yang berpangkal pada keputusan wasit yang dianggap berat sebelah.

Banyak yang menyayangkan kenapa harus terjadi keributan itu. Dan yang tak mengenakkan buat tuan rumah adalah kenyataan bahwa sejumlah tim dari negara lain mengundurkan diri dan tak melanjutkan pertandingan di beberapa cabang olahraga. Tentu, soal pengunduran diri ini dianygap mengikis semangat persaudaraan Asia Tenggara. Tapi nila itu tak sampai merusak susu sebelanga. Bagaimanapun SEA Games XV ini tercatat sebagai penyelenggaraan yang paling meriah dan paling banyak diikuti oleh atlet dan negara peserta. Tuan rumah Malaysia memang patut mendapat acungan jempol.

Namun di sisi lain, event SEA Games XV ini juga menjadi ajang promosi dan iklan buat sejumlah produk. Itu sebabnya penyelenggaraan SEA Games XV ini pun bakal tercatat sebagai penyelenggaraan event olahraga yang menguntungkan secara bisnis. Sejumlah perusahaan kakap ikut membantu pembiayaan pesta olahraga ini. Seperti: National, Seiko, Fuji, Milo, IBM dan DHL. Tak heran kalau GT Consultans/ Intersports Marketing, perusahaan yang ditunjuk menangani pemasaran SEA Games XV ini mentargetkan keuntungan sebesar Rp 3,4 milyar.

Sebagai ladang bisnis, olahraga memang sudah berkembang menjadi sebuah industri. Seperti yang diulas dalam majalah Malaysia Dewan Masyarakat edisi Agustus 1989, negeri itu pada tahun 1987 lalu mendapat devisa sebesar M$ 545,4 juta dari hasil ekspor peralatan olahraga ke manca negara. Di Amerika Serikat, pada tahun yang sama industri produk perlengkapan olahraga menempati urutan ke-23. Negara AS menerima pemasukkan pajak sebesar M$ 135 milyar.

INDOESIA: MEMPERTAHANKAN PRESTISE DAN PRESTASI

KEPERKASAAN atlet-atlet Indonesia masih belum tertandingi oleh atlet dan negara manapun termasuk tuan rumah Malaysia. Seratus dua kali lagu Indonesia raya sempat berkumandang di Malaysia. Itu berarti 102 mendali emas dari 302 yang diperebutkan diboyong oleh atlet-atlet Indonesia.

Sekalipun di beberapa cabang olah raga atlet-atlet Indonesia dirugikan oleh keputusan wasit yang lebih memihak kepada tuan rumah atau lawan. Indonesia sekali lagi membuktikan diri sebagai pengumpul medali terbanyak sejak kehadirannya di kancah SEA Games, 1977 lalu. Hanya sekali Indonesia menempati urutan kedua, sewaktu SEA Games XIII, 1985 di Bangkok. Ketika itu Thailand menjadi juara umum.

Datang dengan jumlah atlet dan ofisial terbesar, 669 orang, yang diterjunkan pada 24 cabang olahraga yang dipertandingkan Indonesia, menggondol 102 emas, 78 perak, dan 71 perunggu. Mampu mempertahankan gelar juara umum bukan berarti atlet-atlet Indonesia menunjukkan prestasi yang cukup baik.

Dari lintasan atlet, misalnya, Indonesia yang dua tahun silam berjaya memungut 17 medali emas, kali ini hanya bisa menggondol 10 emas. Itu berarti masih lebih baik dari yang ditargetkan oleh KONI, 8 emas. Inilah jerih payah dari 12 atlet putra yang sempat berlatih selama 1,5 bulan di kota Kiel, Jerman Barat. Diantaranya, Mardi Lestari, Frans Mahuse, hadi Wacono,…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

T
TEMPO DAN DUNIA YANG BUNDAR
1991-03-09

Pada ulang tahun ke-20, tempo menerbitkan edisi khusus yang menampilkan "duta-duta" tempo yang berhubungan dengan…

P
PESTA, PRESTASI DAN BISNIS
1989-08-26

Sea games xv di kuala lumpur dari 20 agustus 1989 s/d 31 agustus 1989. diikuti…

M
MEREKA YANG TERBAIK
1989-09-09

Sea games xv di kuala lumpur, dengan indonesia menjadi juara umum. nurul huda & eric…