POTRET SEORANG MULLAH MUDA ...

Edisi: 21/18 / Tanggal : 1988-07-23 / Halaman : 49 / Rubrik : NB / Penulis :


DARI semua intelektual yang kembali ke jalan agama di tahun 1960-an dan 1970-an, tak ada yang lebih dipujisanjung daripada Jalal Al-e Ahmad. Selama hidupnya, Al-e Ahmad menjadi tokoh yang selalu tampil di depan. Dan sebenarnya dia sangat sensitif dalam pergaulan, sangat dekat pada sanubari rekan-rekannya. Dan pada saat yang sama, dia suka bicara blak-blakan. Hingga tokoh ini tampil sebagai pribadi yang lebih utuh daripada sekadar pemimpin domba yang sangat keras terhadap domba-domba bebal.

Al-e Ahmad selalu bicara tegas, dan sering memperolok diri sendiri ketika dikhianati, sehina dia merasakan sakit yang luar biasa. Kelantangan bicaranya menyebabkan banyak orang Iran akhirnya menyimpulkan bahwa dia secara intelektual mengalami kebingungan dahsyat. Pribadi Al-e Ahmad penuh kontradiksi.

Bagaimanapun juga, dia mengatakan itu semua dalam keadaan segar bugar, dengan jelas tanpa ketakutan, dan dengan jujur, hingga membuat orang lain senang mendengar. Dari semua penulis Iran di abad ke-20, Al-e Ahmad mungkin satu-satunya penulis yang karyanya dibaca dengan tingkat antusias yang sama oleh beragam intelektual Iran -- dari orang-orang kiri yang mendapat pendidikan Barat sampai kaum talabeh tua dari Kota Qom.

Para talabeh punya alasan untuk berpikir bahwa Al-e Ahmad memahami pengalaman mereka; dia pernah menjadi talabeh. Dalam salah satu bagian otobiografinya, dia menulis. "Saya tumbuh dalam keluarga imam (Islam Syiah). Ayah saya, abang saya, dan suami saudara perempuan saya meninggal sebagai imam. Sekarang anak saudara lelaki saya dan suami saudara perempuan saya yang lain juga imam. Dan ini hanya awal dari kisah cinta. Seluruh keluarga saya religius -- dengan beberapa pengecualian di sana-sini .... Saya melewatkan masa anak-anak dalam sebuah keluarga kelas atas seperti umumnya keluarga imam. Itu terjadi sampai ketika menteri kehakiman di bawah Davar (menteri di zaman Shah Iran yang menilik kembali aturan-aturan hukum) memberlakukan pendaftaran kekayaan, dan ayah saya tak mau tunduk pada pengawasan pemerintah. Dia menutup toko dan cukup puas menjadi gentleman di mata tetangga."

Setelah Al-e Ahmad menamatkan sekolah dasar, dia dikirim untuk bekerja di sebuah pasar di Teheran, kota kelahirannya, yang kemudian menentukan jalan hidupnya. Dia memasuki Madrasah Marvi untuk menuntut pelajaran agama. Tapi tanpa diketahui ayahnya, dia juga memasuki sekolah malam politeknik -- setelah universitas berdiri, dijadikan sekolah tingkat lanjutan, yang kemudian menjadi sekolah tmgkat lanlutan terbaik di Iran. Dia menggambarkan dirinya sebagai tamatan sekolah lanjutan atas tahun 1943, sebagai, "Anak muda dengan cincin berbatu merah di jari, rambut tercukur rapi, tinggi sekitar 1,8 meter, yang dialihkan dari suasana religius ke masa Perang Dunia II. Tapi perang yang, untuk kami, tak diwarnai dengan pembantaian, puing-puing, dan pengeboman. Melainkan diwarnai dengan paceklik keluarga, tifus, kebingungan, dan kesengsaraan oleh penjajahan. "

Saat itu dia terombang-ambing di antara dua dunia. Dia memutuskan untuk ikut pelajaran musim panas di Beirut agaknya di Universitas Amerika -- tapi di tengah jalan, ketika dia singgah di rumah seorang saudara lelakinya di Najaf, dia merasa perlu mengikuti tradisi keluarganya dalam mempelajari ajaran agama, dan Al-e Ahmad tinggal di sana selama tiga bulan. Mendadak, suatu hari, dia kembali ke Iran "memunggungi ayah dan ibuku" sejak dia melihat depannya adalah "sebuah khayalan berbentuk sebuah jubah dan sebuah aba".

Sebenarnya dia sudah berada di jalan untuk menjadi salah satu "perkecualian yang janggal" dalam keluarganya yang religius. "Pada tahun-tahun terakhir sekolahnya," begitu dia menulis, "aku sudah akrab dengan pidato-pidato dan kata-kata Ahmad Kasravi." Tapi bau Kasravi tampaknya dibuang selamanya, -sehingga memungkinkan Al-e Ahmad menjadi religius konvensional. Ketertarikannya pada Kasravi juga membawa dia membaca majalah-majalah radikal yang terbit tanpa sensor di masa Perang. Dia tinggal dalam lingkungan yang menerima gagasan-gagasan radikal.

Setelah kembali dari Najaf, Al-e Ahmad memasuki Sekolah Guru Teheran sebagai mahasiswa sastra, dan dia selalu ingat pada masa kuliahnya di sana karena perasaan sama rasa dan persahabatan yang dinikmati bersama mahasiswa lainnya yang tinggal di asrama. Dia juga menemukan persahabatan dengan Masyarakat Pembaru, sebuah kelompok yang sangat berkiblat pada intelektual. Untuk organisasi itulah dia menulis di majalah dinding dan mengajar pelajaran bahasa Arab.

Seperti Kasravi pendidikan madrasah mewariskan setidak-tidaknya satu bekal: dia berbahasa Arab dengan fasih, dan dia bahkan mampu menerjemahkan sebuah buku yang mengkritik taazafiyeh dan praktek-praktek serupa (semua dibeli dan dibakar oleh seseorang di bazaar). Di tahun-tahun itu dia menulis, "Ketika partai-partai politik tumbuh seperti jamur," dan setelah dia dan para anggota lain dari Masyarakat Pembaru ambil bagian menghadiri pertemuan dari semua partai, mereka memilih bergabung dengan Partai Komunis.

Pada tahun 1946, ketika Al-e Ahmad diwisuda di akademi keguruan dan menjadi guru, perpecahannya dengan keluarganya menjadikan dia benar-benar mandiri dan tak punya apa-apa, kecuali sebuah dasi dan sebuah jas bekas Amerika. Sejak saat itu dan selanjutnya dia merasakan kerinduan pada rasa berkeluarga yang telah hilang.

Menemukan rasa kekeluargaan dalam Partai Komunis Iran tak mudah. Yang dia temukan di dalam Partai adalah seorang ayah intelektual. Yaitu Khalil Maleki, seorang berpendidikan sosial demokrat Jerman, termasuk salah satu dari lusinan orang Marxis yang dipenjarakan oleh Reza Shah dalam sebuah gerakan radikal tahun 1937 (kemudian hampir semua mendapat pengampunan dari Shah pada tahun 1941).

Dua puluh tahun setelah bertemu dengan Khalil Maleki, Al-e Ahmad menulis: "Saya tak tahu kenapa, tapi saya tahu ada sesuatu yang menarik saya pada Maleki. Karena dia selalu ditekan? Atau karena ketajaman dan ketegarannya? Dan tentu saja dia bisa menjadi ayah saya, baik dari segi umur maupun kepribadian. Mungkin saya membuat dia sebagai pengganti ayah saya yang sebenarnya .... Tapi saya belum melihat Maleki sebagai ayah atau seorang pahlawan, melainkan sebagai wakil intelektual yang tersisa dari generasi sebelumya, seorang yang tak mau tunduk pada pemerintahan setan dan tak mau menyerah di depan pelaku eksploitasi.

Bakat-bakat men colok Al-e Ahma dengan cepat memenangkannya dalam merebut kursi Partai di Komite Provinsi Teheran -- peran dalam Partai dan peran penting dalam pengawasan publikasi Partai. Partai Komunis Iran tengah dalam puncak kejayaan. Sedikit saja intelek muda yang cemerlang yang berani menentang, kendati mereka tak ikut menjadi anggota Partai. Sementara anggota Partai tetap kecil, toh dapat mengorganisasikan pemogokan di pabrik-pabrik dan mencoba mengorganisasikan mereka yang bekerja di ladang-ladang minyak, kekayaan pemerintah paling utama.

Al-e Ahmad dan Maleki, bagaimanapun juga, terlalu independen bagi Partai. Dalam pemilihan pimpinan Partai, keduanya menginginkan sistem lebih demokratis dan tak menyontek begitu saja program Partai Komunis Uni Soviet. Khususnya, Maleki menyerang dukungan Partai pada tuntutan Soviet untuk memperoleh konsesi-konsesi minyak dan pada pendudukan Soviet di Provinsi Azerbeijan.

Ketika itu Maleki memimpin sejumlah intelektual -- termasul Al-e Ahmad -- keluar dari Partai. Tahun 1948 mereka mendirikar Partai Masyarakat Sosialis Massa Iran, tapi beberapa hari kemudian ketika radio Moskow menyerang mereka, mereka membubarkan diri. Mereka tak menghendaki masyarakat menentang bangsa yang dianggap paling progresif di dunia.

Bagi tujuan-tujuan Partai Komunis Iran, pengunduran diri itu tak terlalu penting, tapi bagi kaum intelektual Iran lainnya, peristiwa itu sebagai suatu saat yang sangat menentukan: itu menanda berakhirnya hegemoni Partai atas kehidupan intelektual.

Tindakan Al-e Ahmad yang mengejutkan -- masuk dan kelual dari Partai Komunis dengan cepat -- terbukti kemudian membawanya ke jalan lebih jelas. Dia lalu makin melihat dirinya sebagai kritikus kebudayaan, bukan sebagai politikus. Dia mengajar, dia menerjemahkan, dan dia berkeliling ke seantero Iran. Pada tahun 1948, di bis, dalam perjalanan dari Shiraz ke Teheran, dia bertemu dengan calon istrinya, seorang penulis berbakat dari keluarga makmur di Shiraz. Wanita itu juga menulis fiksi. Kenyataannya, setelah menerbitkan tiga jilid cerita pendek antara tahun 1945 dan 1948, dia dianggap sebagai penulis cerita pendek paling orisinil di Persia setelah Perang Dunia II.

Orisinalitas Al-e Ahmad terletak pada pendekatan terhadap subyek dan dalam gaya. Cerita-ceritanya menggambarkan dirinya sendiri sebagai fragmen-fragmen otobiografi, dan pembicara dalam biografi itu selalu menguji peristiwa-peristiwa dalam hidupnya tanpa unsur paksaan tapi juga tanpa kesalahan. Pemilihan penulisan "suasana hati" oleh orang lain sering dianggap sangat berpengaruh pada peristiwa-peristiwa yang disajikan, dan kadang kala melihat peristiwa-peristiwa dalam negeri bagaikan orang luar. Gayanya yang mantap dalam usia 50 tahunan menunjukkan kedua mood: pendalaman emosional dan jarak. Ini adalah gaya yang sering berhasil menunjukkan mood secara simultan dan bukan berubah-ubah, sebab itu adalah gaya seorang manusia yang merasa berbicara sangat mendalam dari sebuah jarak ironis dari tempatnya berdiri dan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
KOBARAN API REVOLUSI PRANCIS
1989-07-15

Nukilan buku "citizens: a chronicle of the french revolution" karya simonschama. diterbitkan oleh alfred a.…

B
BENAZIR BHUTTO MENUTURKAN ...
1989-01-14

Nukilan buku "daughter of the east" karya benazir bhutto. london: hamish hamilton, 1988. benazir menuturkan…

K
KENANG, KENANGLAH RUNTUHNYA SYAH ...
1989-02-11

Nukilan buku 'the shah's last ride: the fate of an ally" menceritakan hari-hari terakhir syah…