SENI RUPA ATAS, SENI RUPA BAWAH

Edisi: 45/21 / Tanggal : 1992-01-04 / Halaman : 42 / Rubrik : KAL / Penulis : YULIMAN, SANENTO


MENINJAU seni rupa dalam kaitan sosial budaya di Indonesia -- seperti akan
dilakukan dalam karangan ringkas ini -- terlebih dahulu harus menyingkirkan
sekurang-kurangnya tiga hambatan, yaitu tiga macam pandangan yang merintangi
kesadaran sosiologis.

; Pertama, pandangan serba tunggal, yang menganggap hanya ada satu seni rupa, dengan
satu tata acuan, dan hanay ada satu masyarakat, yaitu masyarakat seluruhnya
dibayangkan sebagai satu wujud utuh dan padu. Pandangan ini mengesampingkan
sejumlah kenyataan masyarakat kita, seperti kebudayaan etnik, masyarakat desa dan
kota, serta golongan dan lapisan sosial.

; Kedua bertalian dengan yang pertama, pandangan yang menggambarkan sejarah seni
rupa kita sebagai satu garis lurus. Dalam pandangan ini seni rupa pra sejarah
dibayangkan sebagai sepotong garis yang berakhir pada satu titik, disusul
dengan garis seni rupa Hindu -- diborong oleh uraian tentang candi, patung, dan
relief -- kemudian disambung dengan seni rupa Islam. Kita memperoleh garis seni
rupa kuno dan tradisional yang berakhir pada satu titik. Dari situ bermula
"seni rupa modern", dimaksudkan seni rupa yang berangkat dari serapan seni
rupa Barat. Di luar seni rupa serapan ini, semua dianggap "tradisional" dan ini
diartikan masa lampau. Namun, kita mengenal di tanah air kita berbagai tradisi
seni rupa yang mempunyai jalan sejarah berbeda-beda. Sebagian kini punah,
sebagian nyaris punah, sebagian lagi menyesuaikan diri dengan perubahan sosial
budaya dan hidup terus, bahkan terdapat di antaranya yang berkembang.

; Ketiga, pandangan yang mengutamakan seni lukis, kadang-kadang bersama seni patung,
sambil meremehkan berbagai jenis seni rupa lainnya. Pandangan ini diwarisi
dari sejarah seni rupa dan estetika Eropa. Tetapi, antropologi budaya dan
sejarah kebudayaan menunjukkan bahwa pada berjenis-jenis atau bermacam-macam
cabang seni rupa berbagai masyarakat dan kebudayaan -- seperti dapat kita
saksikan di Indonesia -- memberikan urutan nilai yang berbeda-beda. Masyarakat
priayi Jawa, misalnya, menempatkan kecurigaan (seni membuat keris) dan busana
(seni pakaian) ke dalam golongan kagunan adiluhung (konsep Jawa yang sejajar
dengan fine arts Eropa). Hal ini sudah tentu tidak cocok dengan estetika
tradisional Barat yang memberikan tempat bagi senjata dan pakaian lebih rendah
dalam kesenian. Itulah sebabnya istilah "seni rupa" dalam tulisan ini diberi
pengertian berlingkup luas. Ia meliputi sebagian besar kebudayaan material,
yaitu bagian yang memperlakukan rupa sebagai segi penting dan karena itu
memperoleh penggarapan yang penting pula. Dalam masyarakat kita dewasa ini
terdapat dua golongan besar seni rupa.

; Yang satu ialah seni rupa yang dalam kelahiran dan pertumbuhannya sangat
dipengaruhi oleh faktor yang memancar dari negeri berindustri maju, yaitu faktor
informasi dan konsumsi. Seni rupa ini berhubungan dengan impor teknologi maju
untuk industri pengganti impor, terutama di bidang bangunan, barang konsumen, dan
media. Ia berkaitan dengan pertumbuhan lapisan atas dan menengah masyarakat kita
di kota besar. Sebagian hasilnya berupa produk eksklusif untuk pasar eksklusif,
sebagian yang lain bertalian dengan perdagangan besar, mencapai kalangan konsumen
yang luas.

; Dilihat dalam pertautannya dengan struktur masyarakat, seni rupa ini saya
namakan seni rupa "atas". "Seni lukis dan seni patung modern" yang disebut-sebut
oleh kaum terpelajar, masuk kedalam golongan ini. Begitu pula berbagai jenis atau
cabang seni rupa yang disebut "desain": desain interior (berurusan dengan
ruangan), desain furniture (berurusan dengan perabot rumah), desain grafis
(berurusan dengan pesan tercetak). desain produk industri, dan lain-lain.

; Pertumbuhan ekonomi lapisan menengah dan atas masyarakat kita dalam
dua dasawarsa terakhir menerangkan bertambahnya kolektor, galeri seni, dan
pameran. Pembangunan hotel besar, kantor, tempat tinggal, dan lain-lain
meningkatkan keperluan akan lukisan, patung, dan berbagai jenis "elemen
estetik". Dewasa ini terdapat lebih banyak pelukis dan pematung yang
memperoleh nafkah dari kerja seninya -- beberapa hidup dengan sangat
baik -- daripada sepuluh atau dua puluh tahun…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
MUSIK, TEATER, DAN POLITIK BUDAYA KOLONIAL PADA MASA RAFFLES DI JAWA 1811-1816
1993-05-01

Franki raden, peneliti musik, mengetengahkan perkembangan seni, musik, teater, budaya politik kolonial di kota-kota besar…

F
FILM DI INDONESIA: ANTARA PERTUMBUHAN DAN KECEMASAN
1993-05-01

Tanggapan garin nugroho, sutradara film, tentang gejala perfilman indonesia selama 20 tahun terakhir. ia tak…

D
DUA ZAMAN, DUA POLITIK KEBUDAYAAN: PENGANTAR UNTUK DUA TULISAN
1993-05-01

Dua tulisan, masing-masing membahas soal pelbagai peristiwa seni di kota-kota di jawa pada awal abad…