Deposito Misterius dan Bankir nan Malang

Edisi: 34/33 / Tanggal : 2004-10-24 / Halaman : 78 / Rubrik : INVT / Penulis : Budi S.P., Johan


GELAR magister hukum yang diraihnya dengan predikat cum laude tidak menolong. Asep Tarwan, seorang bankir, kini mendekam di sebuah sel Penjara Paledang, Bogor. Bobot tubuhnya melorot delapan kilogram hanya dalam tempo tiga bulan di situ. Penyakit gula menggerogotinya. "Sudah tiga minggu ini saya sakit dan tidak bisa keluar dari sel," katanya kepada Tempo pekan lalu.

Sebelumnya, hidup Asep lumayan. Dia seorang bankir, tepatnya Kepala Kantor Bank Rakyat Indonesia (BRI) di cabang pembantu Surya Kencana, Bogor. Tapi, Juli lalu, pengadilan setempat menjatuhkan hukuman kurungan 17 tahun penjara dan hukuman denda Rp 40 miliar kepadanya. Menurut para hakim yang menyidangkan kasusnya, dia terbukti telah mencairkan kredit Rp 93,5 miliar secara tidak sah kepada dua perusahaan swasta. Asep dipersalahkan telah mencairkan kredit itu dengan jaminan sertifikat deposito Jamsostek.

Di samping Asep, pengadilan juga menyeret dua pengusaha penerima kredit, yakni Hartono Tjahjadjaja (PT Delta Makmur Ekspresindo) dan Yudi Kartolo (PT Panca Prakarsa). Keduanya masih menjalani proses persidangan. "Mereka kini ditahan di Rumah Tahanan Salemba," ujar Ferry Juan, pengacara mereka.

Asep sendiri berkeras dirinya tak bersalah. Bersama pengacaranya, Kuswara Taryono, dia kini mengajukan banding ke pengadilan lebih tinggi. Asep berkeras dia mengucurkan kredit itu secara aman, yakni atas permintaan Jamsostek sendiri--sebuah perusahaan besar milik pemerintah--serta dengan jaminan sertifikat deposito milik dua lembaga Jamsostek: Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) dan Yayasan Kesejahteraan Karyawan (YKK).

Bagaimana sertifikat deposito Jamsostek bisa dijadikan agunan kredit perusahaan swasta? Ceritanya panjang, dan misterius. Para pejabat Jamsostek memang mengakui ada deposito mereka yang disimpan di kantor BRI tempat Asep bekerja. Namun, mereka berkeras tidak pernah menjaminkan deposito itu untuk pencairan kredit kepada pihak ketiga. Dan para hakim mempercayai kesaksian mereka.

Tapi, jika tidak ada agunan, bagaimana mungkin seorang kepala kantor cabang pembantu, yang umumnya hanya bisa mencairkan kredit tak lebih dari Rp 150 jutaan, bisa memberikan kredit puluhan miliar? Para hakim juga percaya kepada pejabat BRI yang menyatakan bahwa Asep adalah "pemain solo" dalam manipulasi ini dan menimpakan semua kesalahan kepadanya.

Asep yang malang. Dia kini harus puas hidup dalam sel ukuran 2 meter persegi. Puas dengan makan seadanya. "Saya tidak bisa beli jajan karena tak punya duit," ujarnya.

Asep mungkin bukan malaikat. Bagi seorang bankir, mendatangkan deposan dan memberikan kredit adalah prestasi. Dia tahu benar ada beberapa prosedur pencairan kredit yang dilanggarnya demi mengukir prestasi. "Dia melanggar itu semua demi promosi jabatan, yakni menjadi kepala salah satu kantor cabang BRI di Jakarta,"…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Muslihat Cukong di Ladang Cepu
2008-01-13

Megaproyek pengeboran di blok cepu menjanjikan fulus berlimpah. semua berlomba mengais rezeki dari lapangan minyak…

T
Terjerat Suap Massal Monsanto
2008-02-03

Peluang soleh solahuddin lolos dari kursi terdakwa kejaksaan agung kian tertutup. setumpuk bukti aliran suap…

H
Hijrah Bumi Angling Dharma
2008-01-13

Blok cepu membuat bojonegoro tak lagi sepi. dari bisnis remang-remang hingga hotel bintang lima.