Bertahan Di Jalur Jujur

Edisi: 25/22 / Tanggal : 1992-08-22 / Halaman : 51 / Rubrik : MEM / Penulis : LSC


Pernahkah anda memakai wig gondrong, baju berbunga, syal di leher, merokok Ji
Sam Sooe tapi purapura teler? Itulah pekerjaan gila yang pernah saya lakukan
ketika saya menjabat sebagai Kepala Polisi, menyamar jadi hippies dan bergaul
diantara para pecandu narkotik. Ini bukan adegan televisi. Saya memang gemar
menyamar untuk mengetahui persoalanpersoalan yang sesungguhnya.

; Tidak mudah menjadi polisi yang baik. Ia adalah alat hukum dan ia mudah
menjadi sasaran jika kejahatan dan pelanggaran berlangsung dengan mulus.
Bayangkan juga bagaimana sulitnya kedudukan polisi jika ia harus menangkap
pelanggar lalu lintas yang ternyata seorang supir yang gajinya tak seberapa.

; Tapi mungkin tantangantantangan itulah yang menyebabkan saya ingin jadi
polisi. Ketika akhirnya saja jadi Kapolri tahun 1968, saya punya banyak
citacita. Seperti banyak orang, saya menaruh banyak harapan pada periode Orde
Baru karena Orde Baru menjanjikan koreksi total terhadap kesalahan Orde Lama.
Dan seperti banyak orang Indonesia lain, meski saya pengagum Bung Karno, saya
sangat menyadari kelemahan Bung Karno terhadap wanita dan persoalan manajemen
ekonomi.

; Persoalan berat yang dihadapi polisi dari masa ke masa adalah soal citra.
Dari sebutan prit,jigo (artinya polisi yang menangkap pelanggar lalulintas
bersedia disogok agar pelanggar tak perlu ditilang) hingga citra tukang pukul
tahanan.

; Penyamaran saya sebagai hippies mungkin karena saya selalu menekankan
pedagogi daripada intimidasi. Karena itu saya sangat memperhatikan Program
Antidrugs. Ini memang program dasar kepolisian, tapi di awal tahun 1970an,
korban obat bius di kalangan remaja luar biasa tingginya. Yang saya dengar,
marijuana sedang banyak digemari dan kebetulan ditanam di Aceh. Sebelumnya,
saya tidak tahu bahwa marijuana termasuk obat yang dilarang, karena saya
mengira marijuana hanya bumbu yang biasa dipakai orang Aceh dalam gulainya.
Baru ketika menghadiri Interpol Conference tahun 1971, saya baru tahu. Maka
ketika saya pulang ke Indonesia, saya menaruh perhatian besar terhadap
penyalahgunaan mariyuana.

; Untuk menegtahui daerah anakanak muda pengisap marijuana, saya harus
menyebarkan banyak anakanak buah ke berbagai tempat.

; Soalnya ada yang sampai menjualnya di tukangtukang rokok dengan cara
penyelundupan. Dan anak-anak muda yang ketagihan akan tahu tukang rokok mana
yang menjual barang-barang terlarang itu.

; Saya juga tertarik menyelidiki kenapa anakanak muda itu begitu gandrung
menggunakan marijuana. Kelihatannya, mereka menggunakannya sebagai pelarian.
Tapi ada juga yang ingin ikutikutan. Mode, katanya. Ini sungguh
memprihatinkan. Karena saya ingin tahu kenapa mereka menggemari marijuana,
saya harus turun sendiri. Itulah asal muila ide penyamaran muncul. Anak-anak
buah saya mengusulkan agar saya menyamar dan berdandan seperti anak-anak muda
tahun 1970-an. Maka, saya pakai wig gondrong, kemeja bunga-bunga, syal di leher,
pokoknya seperti orang gila. Saya berjalan kemana-mana selama berhari-hari dan
tak ada satu orangpun yang mengenali saya sebagai Hoegeng. Saya mendatangi
beberapa tempat perkumpulan anak-anak muda di Jakarta. Yang menggelikan, selama
penyamaran itu, saya tetap tak berani mencoba marijuana. Saya selalu merokok
dan bertanya macam-macam kepada anak-anak muda itu.

; Dari penyamaran itu, saya menemukan beberapa anak muda yang yang berasal dari
keluarga broken home. Tapi banyak juga yang berasal dari keluarga baik-baik dan
kaya raya.

; Pernah suatu malam seorang polisi membawa seorang anak muda. "Ada apa?" tanya
saya. Mereka menjawab bahwa anak ini terlibat soal ganja. Anak itu saya ajak
bicara dan saya tanyakan siapa orangtuanya. Mula-mula dia tidak mau memberitahu
nama orangtuanya. Karena saya tanyakan terus, akhirnya dia mengaku bahwa ia
anak seorang menteri. Saya kaget.

; "Apakah ayahmu tahu kau mengisap ganja?" Anak itu menggelengkan kepala.
Maka malam itu juga saya menelepon menteri tersebut. "Mas, puteranya ditangkap
polisi dan dibawa pada saya. Ia mengaku suka mengisap ganja. Bagaimana, apa
bisa mengurusnya sendiri atau biar saya saja? Kalau u tak bisa memperbaikinya,
terpaksa saya ambil tindakan."

; Soal 'prit jigo' adalah citra polisi yang paling menjengkelkan saya. Itu
memang sudah terlanjur menjadi istilah populer dan disukai rakyat maupun
polisi. Orang bisa saja memberi alasan bahwa gaji polisi terlalu kecil, dan
memang gaji polisi tidak mencukupi. Tapi memang anggarannya terbatas. Jadi,
saya harus membangun moralitas para polisi. Cara saja memberantas budaya prit
jigo itu dengan mengkader para polisi bahwa mereka harus selalu turun ke
lapangan dan tidak bekerja melulu di belakang meja. Bahwa saya berbintang
empatpun, saya tetap seorang agen polisi biasa. Saya kasih contoh dan
mendekati mereka bahwa tanpa kekayaan apapun, kita bisa berdedikasi pada
pekerjaan.

; Untuk selalu berhubungan dengan anak buah, saya memiliki berbagai saluran
langsung. Kebetulan saya punya hobi radio. Disamping menjadi anggota Orari,
saya juga punya sender dari polisi. Dengan demikian saya selalu berhubungan
langsung dengan anak-anak buah, seperti pak Widodo Budidarmo, dan saya bukan
hanya tidur dengan isteri, tapi juga dengan walky talky. Ini artinya, saya tak
boleh keberatan dibangunkan tengah malam.

; Tantangan lain yang harus dihadapi selama jadi Kapolri adalah sogokansogokan
yang muncul dari berbagai arah. Saya mendengar laporan bahwa orang masuk ujian
polisi saja sudah diperas, agar bisa lulus. Lalu, saya mencoba memberikan
bimbingan agar hal-hal semacam ini tidak terjadi. Alhamdulillah, kejadian
pemerasan ini berkurang. Tapi saya tak tahu bagaimana keadaan selanjutnya
setelah saya mengundurkan diri dari kedudukan saya sebagai Kapolri.

; Man, Money, Material adalah prinsip 3 M yang harus ditentang. Artinya,jangan
tergoda oleh ketiga hal ini. Kerasnya prinsip ini saya tanamkan. Dan saat itu,
saya merasakan anak-anak buah saya mendukung hal ini. Meski saya harus
siapdibohongi anak buah, karena jarang ada anak buah yang mau bersikap jujur
pada atasan jika mereka menentang atasan.

; Konsep kewajiban memakai helm memang adalah kebijakan saya. Inspirasi itu
timbul ketika saya mengikuti perjalanan Pak Harto ke Malaysia dan Thailand.
Selanjutnya, saya lihat lagi bagaimana helm wajib dipakai di Belanda, Inggris
dan Jerman Barat. Saya menganggap Indonesia pun harus melaksanakan
kebijaksanaan itu, karena pengendara motor Indonesia sangat banyak jumlahnya.
Sayang sekali, meski kebijaksanaan itu diterima, tapi pelaksanaannya tidak
didukung. Seingat saya mas Ali (Sadikin, yang saat itu menjabat sebagai
Gubernur DKI) dan Oemar Senoadji (menjabat sebagai menteri kehakiman) dan
Frans Seda (yang menjabat sebagai menteri keuangan) mendukung program ini.
Tapi dukungan mereka tak cukup. Saya mengharapkan kerjasama dari pihak Hankam,
dan ternyata saya dilepas begitu saja.

; Persoalan yang timbul dengan program wajib pakai helm ini ketika adanya
bisnis helm. Cilakanya saya mendengar ada orangorang dalam kepolisian yang
memperjualbelikan helm. Saya jadi jengkel betul. Saya keluarkan larangan keras
bagi polisi untuk berbisnis helm.

; Saat olahraga golf menjadi mode permainan pejabat teras, saya tidak bermain
golf bukan karena anti golf, tapi karena itu permainan mahal. Harga stik golf
sangat mahal dan saya tidak punya uang. Saya juga tak bersedia memintaminta.
Salah satu menteri sampai pernah mengeluh, " Mas Hoegeng, kami semua sudah
main golf, kok Mas Hoegeng belum. Mbok ya main, tentang stik itu beres deh.
Nanti ada orang yang kasih..." jawab menteri tersebut. "Wah,saya ndak mau
dibeliken stik golf. Nanti saya beban hutang budi," kata saya lagi.

; Budaya upeti ini memang populer saat itu. Rupanya karena orang sudah tahu
saya tidak senang diberi upeti, maka tak pernah ada yang berani memberi barang
apaapa kepada saya, karena saya pasti tidak menerimanya.

; Suatu hari, Dirjen Bea Cukai melaporkan pada…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kisah Seputar Petisi 50
1994-02-05

Memoar ali sadikin. ia bercerita panjang mengenai petisi 50 dan sisi-sisi kehidupannya

K
KIAI HAJI ALAWY MUHAMMAD: TAK MUDAH MELUPAKAN KASUS NIPAH
1994-05-28

Kh alawy muhammad, 66, tokoh ulama yang menjadi mediator antara pemerintah dan rakyat ketika terjadi…

A
Anak Agung Made Djelantik: Dokter yang Giat Mengurusi Seni
1994-04-09

Memoar anak agung made djelantik, perumus konsep dasar seni lukis bali. ia pernah menggelar festival…