Bocah Kikuk Di Tanah Britania

Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-01-23 / Halaman : / Rubrik : MEM / Penulis :


SAYA lahir pada 24 Juli 1943, zaman pendudukan Jepang. Saya dan kakak saya, Mochtar Kusumaatmadja, berjarak 14 tahun. Adik saya, Sudaryati—biasa dipanggil Ade—lahir pada 1945. Kami terlahir dari pasangan suami-istri Mohammad Taslim-Sulmini Surawisastra. Ayah kami seorang asisten apoteker di Apotek de Gedeh di Pasar Baru, Jakarta. Ketika itu, profesi tersebut masuk kelompok elite yang hidup berkecukupan dan terpandang. Adapun Ibu, yang kami panggil Mimi, adalah guru. Mimi keturunan keluarga Pesantren Balerante di Palimanan, Cirebon, Jawa Barat.
Saya terlahir dengan kendala motorik yang membuat gerakan tubuh saya kagok dan rawan celaka. Keluarga melarang saya naik sepeda, berenang, bahkan berjalan di kebun. Mereka mengatakan, jika ada buah yang jatuh ketika saya berjalan, buah tersebut memilih jatuh di kepala saya. Karena gerak-gerik saya yang kikuk tersebut, ada tetangga yang mencandai ketika saya berjalan. Dia menyuruh saya berhati-hati agar tidak menabrak mobil. Saya tumbuh sangat berbeda dibanding Mochtar. Dia lelaki yang pandai bergaul, olahragawan, dan memiliki banyak kawan. Orang tua kami mengatakan bahwa mereka sudah memberikan segala macam pendidikan yang diperlukan supaya Mochtar bisa menjadi orang. Sedangkan saya, yang sejak lahir memiliki kendala motorik, tumbuh menjadi anak yang minder. Ada tiga kata dalam bahasa Sunda yang sering dialamatkan Ayah kepada saya: montong (jangan), kade (hati-hati), dan bisi (jika, dalam konteks yang menakutkan). Saya menjadi anak pendiam, pemalu, takut bikin salah, dan penurut. Akibatnya, saya cenderung dianggap enteng oleh orang.  Keluarga kami awalnya tinggal di Jalan Kramat Sentiong, Jakarta. Namun, demi menghindari pertempuran antara Belanda dan gerilyawan kita,…

Keywords: YugoslaviaKota BandungSarwono KusumaatmadjaMochtar KusumaatmadjaWimar WitoelarKolese Kanisius Jakarta
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kisah Seputar Petisi 50
1994-02-05

Memoar ali sadikin. ia bercerita panjang mengenai petisi 50 dan sisi-sisi kehidupannya

K
KIAI HAJI ALAWY MUHAMMAD: TAK MUDAH MELUPAKAN KASUS NIPAH
1994-05-28

Kh alawy muhammad, 66, tokoh ulama yang menjadi mediator antara pemerintah dan rakyat ketika terjadi…

A
Anak Agung Made Djelantik: Dokter yang Giat Mengurusi Seni
1994-04-09

Memoar anak agung made djelantik, perumus konsep dasar seni lukis bali. ia pernah menggelar festival…