Pemisahan Polri dari TNI – ABRI : Sejarah, Konflik, dan Perubahan Besar
Sejarah panjang kepolisian Indonesia tak pernah lepas dari bayang-bayang rivalitas dengan militer. Ironisnya, ketegangan ini justru muncul setelah kemerdekaan, sementara pada masa kolonial, pembagian tugas antara polisi dan militer sangat jelas. Dalam bukunya The Armed Forces of Indonesia (1996), Robert Lowry menulis bahwa polisi dan militer di Hindia Belanda menjalankan peran mereka secara harmonis, mirip sistem di negara-negara Barat.
Pada masa kolonial Belanda, kepolisian terdiri dari dua elemen utama: kepolisian umum yang fokus pada penegakan hukum dan Brigade Mobil (Brimob) yang bertugas menangani ancaman keamanan lebih serius. Brimob, yang saat itu terdiri dari unit kecil berisi 7-8 personel, berada di bawah kendali pemerintah daerah dan hanya digunakan untuk situasi yang tak bisa ditangani polisi umum.
Pasca Kemerdekaan: Rivalitas Meningkat
Setelah Indonesia merdeka, hubungan antara polisi dan militer berubah drastis. Militer, merasa berjasa dalam perjuangan kemerdekaan, mengklaim peran utama dalam keamanan dalam negeri. Mereka meragukan kemampuan polisi, yang dianggap belum cukup matang, dan mencurigai loyalitasnya karena lama berada di bawah pemerintah kolonial.
Sebagaimana dicatat dalam laporan International Crisis Group (ICG) berjudul Indonesia: National Police Reform, selama masa revolusi, polisi terpecah menjadi beberapa kubu. Ada yang mendukung Republik Indonesia, ada pula yang bekerja sama dengan Belanda, sementara sebagian lainnya bergabung dengan kepolisian Republik Indonesia Serikat. Ketidakstabilan ini turut menyulitkan perkembangan profesionalisme polisi pasca kemerdekaan.
Klik untuk membaca Liputan Majalah Tempo, Soal Senjata yang Membuat TNI Curiga ke Polisi
Rivalitas ini semakin memanas ketika Presiden Sukarno, yang mengadopsi sistem komunis, memasukkan kepolisian ke dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada 1960. Sukarno secara sengaja memanfaatkan ketegangan ini untuk menyeimbangkan kekuatan antara polisi dan Angkatan Darat (AD). Konflik memuncak pada peristiwa 30 September 1965, ketika dukungan beberapa jenderal polisi terhadap Sukarno membuat Angkatan Darat menyingkirkan sejumlah pimpinan kepolisian.
Era Orde Baru: Polisi di Bawah Bayang-Bayang Militer
Pada masa Orde Baru “Polisi dipaksa tunduk sepenuhnya kepada militer,” kata Letjen (Purn.) Koesparmono Irsan, mantan Deputi Operasi Kapolri. Benny Moerdani, Panglima ABRI saat itu, bahkan pernah mengusulkan agar tanda “POL” di seragam polisi diganti menjadi “TNI,” meskipun usulan ini akhirnya dikompromikan menjadi “POLRI.”
Era Reformasi: Upaya Pemulihan Otonomi Polisi
Baru setelah kejatuhan Soeharto pada 1998, reformasi kepolisian mulai dilakukan. Pada 1 April 1999, Polri resmi dipisahkan dari ABRI, meski awalnya tetap berada di bawah Departemen Pertahanan. Perubahan signifikan terjadi pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Ketetapan MPR Nomor VII/2000 menempatkan Polri langsung di bawah presiden.
Jumlah personel polisi mulai ditingkatkan dari 190 ribu pada 1998 menjadi 250 ribu pada 2004, dengan target 300 ribu personel.
Tantangan Reformasi
Meskipun polisi telah dipisahkan dari militer, reformasi belum berjalan optimal. “Pemisahan ini baru menyentuh aspek simbolis,” kata ICG. Tanda pangkat memang berubah menjadi lebih sipil, tetapi banyak hambatan yang masih mengganjal kemandirian Polri.
Kapolri Letjen (Purn.) Awaloedin Djamin menyoroti tantangan terbesar reformasi Polri: tumpang tindih tugas dengan militer. “Akibatnya, penanganan kasus kriminal sering ditafsirkan sebagai tugas ABRI,” ujarnya dalam bukunya Pengalaman Seorang Perwira Polri.
Klik untuk membaca Liputan Majalah Tempo. Bentrokan Madiun Antara Kepolisian dan TNI
Trimoelja D. Soerjadi, seorang pengacara, menambahkan bahwa intervensi militer sering menghambat Polri dalam mengusut kasus-kasus besar, seperti kasus Marsinah dan Udin. “Polisi sering tak berdaya jika melibatkan militer,” tegasnya.
Pemisahan Polri dari militer bertujuan mengembalikan fungsi Polri sebagai penegak hukum dan pelindung masyarakat. Meski demikian, jalan menuju reformasi sejati masih panjang. Rivalitas historis dengan militer dan kurangnya perubahan struktural menjadi tantangan besar yang harus diatasi agar Polri dapat berfungsi secara profesional dan mandiri.
Mantan Kapolri Koesparmono Irsan menekankan bahwa reformasi bukan hanya soal struktur, tetapi juga soal budaya. “Tanpa perubahan mendasar, Polri akan terus berada di bawah bayang-bayang masa lalu,” ujarnya. Sumber Diolah Majalah Tempo
Sejarah Panjang Reposisi Kepolisian – Polri
Periode: Penjajahan Belanda
Keterangan: Ada beberapa lembaga kepolisian: Politieke Inlichtingen Dienst (PID-intel) dan Algemeenee Politie (Polisi Umum). Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL), tentara Kerajaan Belanda, hanya bertugas di bidang hankam.
Periode: Penjajahan Jepang
Keterangan: Boei Gyugun (Pembela Tanah Air-Peta) dan Keisasutai (Barisan Polisi).
Periode: Setelah 17 Agustus 1945
Keterangan: Kepolisian di bawah Departemen Dalam Negeri dengan nama Badan Kepolisian Indonesia. Raden Said Soekanto Tjodiatmojo diangkat sebagai kepala kepolisian pertama pada 29 September 1945.
Periode: 5 Oktober 1945
Keterangan: Dekrit Presiden membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR), yang merupakan cikal-bakal TNI. Kepolisian tetap di bawah Depdagri.
Periode: 1 Juli 1946
Keterangan: Polisi menata diri, berada di bawah perdana menteri. Ditetapkan sebagai hari lahir Polri.
Periode: 3 Juni 1947
Keterangan: Polisi digabung dengan TRI menjadi TNI.
Periode: 16 Januari 1950
Keterangan: Setelah agresi militer dan berdiri Republik Indonesia Serikat, dibentuk Angkatan Perang RIS. Keluar Keputusan Presiden RIS yang memisahkan kembali kepolisian RIS dari APRIS.
Periode: 17 Agustus 1950
Keterangan: Indonesia menjadi Negara Kesatuan RI. APRIS kembali menjadi TNI. Kepolisian RIS bergabung lagi dalam Jawatan Kepolisian Indonesia.
Periode: 1950-1959
Keterangan: TNI dan Jawatan Kepolisian menumpas berbagai pemberontakan, dari DI/TII hingga Permesta.
Periode: 1960-1961
Keterangan: Keputusan Presiden No. 21/1960: Menteri/Kepala Kepolisian dan Jawatan Kepolisian berada di bawah Departemen Pertahanan. Tap MPRS No. II/1960 dan UU No. 13/1961: kepolisian menjadi bagian dari ABRI. Kepala kepolisian merupakan anggota kabinet dengan jabatan Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian.
Periode: 24 Agustus 1967
Keterangan: Soeharto mengintegrasikan polisi ke dalam ABRI, yang dipimpin Menteri Pertahanan/Panglima ABRI.
Periode: 1982
Keterangan: UU No. 20/1982: Dephan dan Mabes ABRI dipisah. Ditegaskan, kepolisian bukan angkatan perang.
Periode: 1 April 1999
Keterangan: Polri disapih dari ABRI, tapi masih di bawah payung Dephan
Periode: 1 Juli 2000
Keterangan: Presiden Abdurrahman menyatakan pemisahan Polri dan TNI.
Periode: Agustus 2000
Keterangan: Tap MPR No. VI dan VII/2000: Polri dipisah dari TNI dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Topik Polisi lainnya di datatempo.co :
Kompilasi Laporan Utama mengupas kasus hukum dan politik yang bersinggungan dengan kepolisian : bit.ly/LiputanPolisiIndonesia
Untuk melihat foto-foto polisi era 1970-1980 dapat dilihat langsung >Foto Polisi 1970-1980an
Tempo/PDAT